Yogyakarta, Gatra.com - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X menanggapi upah minimum provinsi (UMP) DIY 2021 sebesar Rp1.765.000 yang dianggap tak layak dan jadi UMP terendah di Indonesia. UMP DIY 2021 naik 3,54 persen atau Rp60.932 dari UMP tahun ini.
Menurutnya, UMP 2021 dihitung berdasarkan kondisi ekonomi DIY. Pada kuartal kedua, pertumbuhan ekonomi DIY minus 6,7. Namun setelah pemberian bantuan, Sultan menyebut terjadi pertumbuhan ekonomi 3,34 persen.
"Pertumbuhan itu yang kita negosiasikan lewat Dewan Pengupahan dan diterima (UMP naik) 3,54 persen," ujar di kompleks Pemda DIY Kepatihan, Kota Yogyakarta, Selasa (3/11).
Namun sejumlah serikat pekerja menolak nilai UMP itu dan mengajukan UMP sesuai survei kebutuhan hidup layak (KHL), yakni di kisaran Rp3 juta. Sejumlah buruh bahkan menggelar topo pepe alias berjemur sebagai aksi protes ala warga Keraton Yogyakarta.
Atas penolakan itu, Sultan menilai layak tidaknya upah tergantung kebutuhan. "Ya Rp5 juta pun belum layak kalau butuhnya Rp10 juta," kata Raja Keraton Yogyakarta itu.
Sultan menyatakan UMP tersebut mengikuti hasil negosiasi dan kesepakatan antara Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan wakil buruh di Dewan Pengupahan.
"Apindo maunya serendah mungkin, karyawan maunya setinggi mungkin. Pemda dalam Dewan Pengupahan hanya memfasiliasi kesepakatan itu. Kalau sekarang (ingin UMP) Rp3 juta, saya kira suruh negosiasi sendiri sama Apindo coba, bisa enggak," ujarnya.
Menurutnya, UMP Rp1,7 juta itu pun berlaku bagi pekerja baru. "Yang sudah kerja lebih dari satu tahun sudah di atas UMP. Hitungannya bagi pekerja awal, bukan seluruhnya. Begitu sudah (bekerja) satu tahun, (upahnya) di atas itu," kata dia.
Di sisi lain, kata Sultan, ada pengusaha yang tak sanggup membayar UMP tersebut. "Tapi itu kesepakatan antara yang punya usaha sama karyawan. Bukan dalam arti saya keluarkan sendiri. Dasarnya kesepakatan. Perkara (UMP) Rp3 juta haus disetujui Dewan Pengupahan, bukan keputusan gubernur," tuturnya.