Surabaya, Gatra.com - Untuk kesekian kalinya, buruh kembali menggelar demonstrasi tentang UU Cipta Kerja dan upah minimum di depan Gedung DPRD Jawa Timur. Buruh tetap meminta pencabutan Omnibus Law dan revisi besaran upah minimum (UMP) 2021 yang dinilai belum layak.
Jumlah buruh yang berdemo sejak pukul 14.00 WIB kali ini tidak terlalu banyak mengerahkan massa. Hanya sekitar ratusan orang saja. Tak lama berdemo, mereka langsung diterima berdiskusi oleh anggota DPRD Jawa Timur yang membidangi ketenagakerjaan.
"Sebenarnya kami mengapresiasi kenaikan itu. Tapi kenaikan itu tidak menjawab persoalan. Justru menurun kalau dibandingkan besaran UMP (upah minimum provinsi) sebelumnya," kata Sekjen FSPMI Jawa Timur Jazuli kepada Gatra.com, Senin (2/11).
Jazuli menjelaskan, besaran UMP yang naik menjadi Rp 1,8 juta bahkan tidak lebih tinggi dari upah minimum kota/kabupaten (UMK) terendah di Jawa Timur. Sebagai informasi, Kabupaten Magetan adalah wilayah di Jawa Timur dengan UMK terendah sebesar Rp 1,9 juta.
Tentu, lanjut Jazuli, besaran kenaikan UMP tersebut tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar para buruh. Selain itu, besaran UMP yang dinilai belum layak tersebut akan menimbulkan kesenjangan sosial dan semakin melemahkan daya beli masyarakat terutama buruh.
"Harusnya (formulasi besaran) UMP itu diambil dari nilai rata-rata 38 kabupaten kota. Jadi, bukan sekedar naiknya yang nggak signifikan. Tapi menjawab secara riil kondisi yang ada. Karena UU upah itu ditetapkan Gubernur untuk mencapai hidup layak," kata Jazuli.
Karena itu, ia dan para buruh meminta Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan DPRD Jawa Timur duduk bersama untuk merevisi kembali besaran UMP tersebut. "Kami meminta gubernur dan jajaran mengevaluasi (besaran UMP)," tegasnya.
Selain terkait UMP, Jazuli juga menegaskan bahwa buruh akan tetap berdemo menuntut pembatalan UU Cipta Kerja, meski sebagian buruh di daerah lain sepakat untuk menempuh jalur hukum. Alasannya, buruh mendapat jawaban yang jelas dari pemerintah terkait tuntutannya.
Anggota DPRD Jawa Timur Hari Putri Lestari mengatakan, pihaknya akan menemui Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan membahas semua tuntutan buruh. Mulai dari tuntutan pencabutan UU Cipta Kerja hingga kenaikan UMP 2021.
"Pertama adalah menolak Omnibus Law. Mereka (buruh) meminta kami meneruskan keberatan Omnibus Law kepada gubernur dan menerbitkan Perppu. Kemudian soal keputusan menteri yang tidak ada kenaikan (UMP) 2021," kata Putri.
Terkait kenaikan UMP 2021, Putri sepakat akan meminta penjelasan dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Pihaknya berencana meminta klarifikasi dari Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa terkait hal itu.
Menurutnya, kenaikan tersebut memang tidak lebih baik dari besaran UMK pada 2019. Ia menilai bahwa pemerintah provinsi Jawa Timur tidak memiliki dasar saat menetapkan kenaikan UMP sebesar 5,65 persen atau Rp 1,8 juta pada 2021.
"Dasarnya apa. Perhitungannya dari mana (besaran UMP 2021). Jadi, gubernur harus mengklarifikasi dong. Nanti kami akan membicarakan itu dengan gubernur," tegasnya.
Sebagai informasi, buruh berencana melanjutkan aksi turun kejalan selama belum ada kejelasan soal pencabutan UU Cipta Kerja dan revisi besaran UMP 2021. Rencananya, demo lanjutan para buruh di 24 wilayah di Indonesia akan kembali digelar 10 November mendatang.