Home Hukum Korupsi PT DI, Jaksa Sebut Kerugian Negara Rp345 Miliar

Korupsi PT DI, Jaksa Sebut Kerugian Negara Rp345 Miliar

Bandung, Gatra.com - Sidang perdana kasus Korupsi PT Dirgantara Indonesia (PT DI) yang melibatkan dua terdakwa yakni mantan Direktur Utama, Budi Santoso dan Mantan Kepala Divisi Penjualan, Irzal Rinaldo Zaini digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor, Jalan L.L R.E Martadinata, Kota Bandung, Senin (2/11).

Dalam dakwaan jaksa, Budi Santoso dan Irzal Rinaldo Zaini dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan membuat sejumlah kontrak perjanjian fiktif bersama mitra penjualan untuk memasarkan produk dan jasa PT DI. 

Kontrak fiktif tersebut ditujukan kepada Badan SAR Nasional (Basarnas), Kementerian Pertahanan, Badan Pengkajian dan penerapan teknologi (BPPT), Kepolisian Udara, Pusat penerbangan angkatan darat (Puspenerbad), Pusat penerbangan angkatan laut (Puspenerbal), dan Sekretariat Negara. 

Dari tindakan itu, Jaksa mendakwa, Budi Santoso telah melakukan perbuatan memperkaya diri sebesar Rp2 miliar lebih. Dan terdakwa Irzal Rinaldo Zaini memperkaya diri sebesar Rp13 miliar lebih. 

Selain memperkaya diri, Jaksa mendakwa ada tindakan memperkaya konsumen pemberi kerja atau end user yaitu PT DI sebesar Rp178 miliar, serta memperkaya korporasi mitra penjualan dengan total sekitar Rp82 miliar. 

"Tindakan ini mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp202 miliar dan USD 8,65 juta, total sekitar Rp345 miliar, sebagaimana laporan investigasi BPK atas kegiatan penjualan dan pemasaran tahun 2006-2018 di PT DI," ucap Jaksa Penuntut Umum KPK Ariawan Agustiartono. 

Ariawan menerangkan selama tahun 2008 sampai 2016, Budi Santoso selaku direktur utama memberi persetujuan adanya biaya khusus sebagai bagian dari cost structure penawaran, padahal sesuai pasal 89 UU nomer 19 tahun 2003 tentang BUMN jo. Pasal 32 Peraturan Menteri BUMN tahun 2002 tentang praktik Good Corporate Governance pada BUMN, badan usaha negara dilarang memberikan atau menawarkan sesuatu yang berharga kepada pelanggan atau pejabat pemerintah untuk mempengaruhi atau sebagai imbalan. 

"PT DI ini membuat serangkaian perjanjian kontrak fiktif dengan perusahaan mitra penjualan. Dan hasil perjanjian kontrak itu PT DI mengeluarkan sejumlah uang sesuai nilai kontrak. Saat selesai dibayarkan nilai kontraknya, perusahaan mitra harus mengembalikan 90 persen dari nilai kontrak ke PT DI dan 10 persen sisanya dimiliki perusahaan mitra. Jadi semacam hanya pinjam bendera untuk mengeluarkan uang dari kas PT DI," papar Ariawan.

Kedua terdakwa, melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
 

235