Surabaya, Gatra.com - Komisi Independen Pengawas Pemilu (KIPP) akan melaporkan Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, kepada Komisi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Kementerian Dalam Negeri soal dugaan pelanggaran terkait Pilkada Wali Kota Surabaya 2020.
"Aturannya jelas, [ASN] harus punya izin cuti. Berarti memang ada pelanggaran prosedur," kata Ketua KIPP, Novli Bernado, kepada Gatra.com, Sabtu (31/10).
Selain itu, KIPP juga akan mengadukan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Surabaya kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena diduga melanggar tata cara dan mekanisme ketika menangani perkara dugaan pelanggaran yang dilakukan Risma.
Novli mengungkapkan, dugaan pelanggaran Risma di Taman Harmoni pada 2 September lalu di saat jam kerja tersebut adalah kegiatan politik yang mempromosikan pasangan calon wali dan wakil wali Kota Surabaya nomor urut 1, Eri Cahyadi dan Armuji. Saat itu, Risma masih menjabat sebagai wali Kota Surabaya.
Hal itu, lanjut Novli, tertulis jelas dalam surat keterangan resmi yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Dalam surat keterangan disebutkan pada paragraf terakhir bahwa tanggal 2 September 2020 tidak pernah ada permohonan cuti kampanye kepada Gubernur Jawa Timur.
"Memang Risma saat melakukan tugasnya itu menyalahi aturan. Harusnya tanggal 2 September itu hari kerja aktif. Seharusnya, [Risma] melakukan tugas-tugas pemerintahan dan layanan masyarakat. Tidak lalu kemudian tidak berkegiatan politik," katanya.
Novli menyayangkan kinerja Bawaslu dengan adanya pelanggaran tersebut. Menurutnya, Bawaslu bukan hanya tidak melaksanakan tugasnya, tapi juga ada tendensi keberpihakan.
Ketua Bawaslu Surabaya, Agil Akbar, mengatakan, pihaknya telah menindaklanjuti laporan tersebut bersama Gakkumdu. Hasilnya, Risma tidak memenuhi unsur-unsur pelanggaran pidana terkait kegiatan politiknya dengan Eri dan Armuji dua bulan lalu.
Hal-hal yang menjadi pertimbangan, antara lain bahwa saat itu Eri dan Armuji baru menerima rekomendasi dari PDI Perjuangan. Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara belum menetapkan keduanya sebagai calon.
"Waktu tanggal 2 September itu [Eri dan Armuji] belum ditetapkan sebagai calon. Dan yang permohonan itu, adalah cuti saat kampanye. Jadi sebelum ada laporan dari masyarakat, kami sebenarnya sudah mempelajari kasus di Taman Harmoni itu," ujarnya.
Agil menjelaskan, ASN termasuk Risma yang terbukti melakukan kampanye politik tanpa pengajuan cuti, sanksinya berupa pidana. Diatur dalam Pasal 71 Undang-Undang (UU) Pemilihan Kepala Daerah Nomor 6 Tahun 2020.
Ia menegaskan, aturan tersebut jelas mengatur pelanggaran kegiatan politik yang secara spesifik adalah masa kampanye pasangan kandidat Pilwali. Selain tidak memenuhi unsur-unsur, Agil juga menyebut bahwa laporan terkait pelanggaran di Taman Harmoni sebenarnya sudah kadaluarsa.
"Masyarakat juga melaporkan melampaui batas waktu. Laporan itu [harusnya dilaporan] tujuh hari sejak diketahui. Nah, kasusnya [Taman Harmoni] barusan dilaporkan kemarin, tapi kejadiannya sudah bulan lalu," katanya.