Jakarta, Gatra.com – Kedutaan Besar Perancis di Jakarta melaksanakan hening cipta pada Senin (19/10) lalu untuk menghormati dan mengenang Samuel Paty (47). Diketahui, Paty dipenggal di Conflans Sainte-Honorine oleh seorang ekstremis Chechnya, Jumat (16/10) silam. Ini terjadi setelah Paty bikin heboh karena menunjukkan kepada murid-muridnya beberapa kartun Nabi Muhammad SAW yang dimuat majalah satir Charlie Hebdo pada 2015.
Usai kemunculan foto hening cipta tersebut, sontak laman media sosial Kedubes Prancis penuh dengan komentar dari netizen.
Baca Juga: Seruan Muslim Dunia Boikot Produk Prancis Menggema
“Sejumlah komentar yang ditulis di jejaring sosial melencengkan posisi yang dipertahankan oleh Prancis demi kebebasan berekspresi, kebebasan beragama, dan penolakan ajakan kebencian. Komentar-komentar tersebut menjadikan pernyataan yang dibuat oleh Presiden Republik pada acara penghormatan nasional kepada Samuel Paty sebagai alat untuk tujuan politik,” tulis Kedubes dalam konfirmasinya yang dikutip dari Instagram @franceenindonesie, Selasa (27/10).
Usai kejadian pemenggalan, dalam pidatonya, Presiden Emmanuel Macron berjanji untuk memerangi kelompok radikal Islam. Sebelumnya, Macron memicu kontroversi ketika dia mengatakan bahwa Islam adalah agama yang sedang mengalami krisis di seluruh dunia.
"Ada kelompok radikal Islam, sebuah organisasi yang mempunyai metode untuk menentang hukum Republik dan menciptakan masyarakat secara paralel untuk membangun nilai-nilai yang lain," kata Macron saat itu.
Baca Juga: Demo Kemarahan Umat Muslim Terhadap Prancis di Seluruh Dunia
“Pernyataan itu bertujuan mengajak untuk melawan Islamisme radikal (radikalisme) dan perlawanan tersebut dilakukan bersama-sama dengan umat Muslim Prancis, yang merupakan bagian integral dari masyarakat, sejarah, dan Republik Prancis,” imbuh Kedubes lagi.
Dalam strategi melawan separatisme yang dikemukakan oleh Presiden Macron, sebut mereka, yang menjadi sasaran hanya Islamisme radikal. Semua negara demokrasi, terutama Prancis dan Indonesia, sedang memerangi Islamisme radikal ini, yang menjadi penyebab serangan teroris di wilayah mereka.
Presiden Macron dikatakan menyebut dengan jelas bahwa tidak ada maksud sama sekali untuk menggeneralisir, dan secara tegas membedakan antara mayoritas warga Muslim Prancis dengan minoritas militan, separatis yang memusuhi nilai-nilai Republik Prancis.
Baca Juga: Kabinet Arab Saudi Kutuk Kartun Singgung Nabi Muhammad
“Pembunuhan keji tersebut mengingatkan kita pada bencana yang sayangnya menandai realitas yang tengah kita hadapi: merebaknya radikalisme, kekerasan, dan terorisme yang mengaku-aku atas nama Islam di negara kita, yang menimbulkan korban dari kalangan berbagai usia, berbagai kondisi, dan berbagai keyakinan,” tulis Dewan Peribadatan Muslim Prancis (CFCM), yang merupakan instansi resmi perwakilan umat Islam di Prancis dan menjadi mitra utama pemerintah.
“Tidak! Kami kaum Muslim tidak dianiaya di Prancis. Kami adalah warga negara penuh di negara kami. Seperti semua warga negara kami lainnya, kami memiliki hak yang dijamin dan kewajiban untuk dijalankan,” pungkas CFCM.
Kedutaan Besar Prancis di Indonesia menegaskan kembali bahwa posisi Prancis adalah melindungi kebebasan fundamental dan menolak kebencian.