Pekanbaru, Gatra.com - Lelaki 43 tahun ini senyam-senyum saat cerita soal kisruh antara Koperasi Petani Sawit Makmur (KOPSA-M) dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V.
"Dimana-mana ada kaum kapitalis. Simsalabim itu sudah modus lama. Kejadian semacam ini sudah sering terjadi di Riau," kata Elviriadi kepada Gatra.com, Kamis (29/10).
Mimik dosen tetap fakultas pertanian dan peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Pekanbaru ini sontak serius.
"Hutang ke Bank Agro itu kan transaksi keuangan. Seharusnya sebelum transaksi, objek ekonominya benar-benar dicek dulu. Lantaran yang punya objek ekonomi adalah koperasi, mestinya koperasi punya otoritas penuh," kata doktor manajemen lingkungan hidup jebolan Universitas Kebangksaan Malaysia ini.
Tapi yang terjadi kata anggota "Society of Ethnobiology" Ohio State University ini, koperasi seolah-olah hanya sekadar pelengkap penderita.
Jadinya, pihak-pihak yang paham soal transaksi ekonomi tadi, leluasa untuk mengutak-atik. Ada oknum orang kuat di PTPN V yang mengambil momen di sini.
Ini semua terjadi kata Elviriadi lantaran ada hitam-putih yang tak jelas, ada yang ditutup-tutupi. "Sewaktu transisi take over, kebun tahap pertama sudah disimsalabim," tegasnya.
Baca juga: Terkait Kisruh KOPSA M-PTPN V, Ini Kata Kementerian BUMN
Sekarang kata lelaki kelahiran Selat Panjang ini, siapa yang men-drive arah pola kemitraan itu dan siapa yang akseable menciderai perjanjian? Saya kira oknum di PTPN V dan oknum di perbankan lah yang punya potensi men-drive berbagai perubahan yang merugikan koperasi itu," Elvi merunut.
Mestinya kata Elvi, koperasi segera meminta bantuan ahli untuk membaca alur permainan dan menemukan indikasi pidana penipuan yang ada.
Di sisi lain, pakar hukum Universitas Islam Riau (UIR), DR.M.Nurul Huda, SH.,MH.menyebut, kuat dugaan ada penipuan dan penggelapan yang dilakukan oleh oknum-oknum di PTPN V pada proses kontrak, biaya pembangunan kebun, hingga pemeliharaan kebun KKPA itu.
Lelaki 33 tahun ini merunutnya dari urusan KOPSA-M dengan Bank Agro. Pada dokumen yang ada jelas-jelas disebut bahwa ada tiga tahapan akad kredit yang sudah dilakukan.
Tahap pertama Rp13,2 miliar untuk pembangunan kebun pada lahan 400 hektar. Lalu tahap kedua Rp23,12 miliar untuk 1.150 hektar dan tahap ketiga Rp16,5 miliar untuk 500 hektar.
Ini berarti, ada seluas 2.050 hektar kebun yang dibangun atas perjanjian akad kredit itu dengan total pinjaman Rp52,9 miliar.
"Kalau KOPSA-M yang mengikat akad, berarti keperluan akad itu untuk KOPSA-M, bukan untuk pihak lain. Lantaran PTPN V sebagai bapak angkat, wajar perusahaan ini jadi avalis," kata lelaki kelahiran Rokan Hilir (Rohil), Riau, ini.
Dengan duit sebanyak tadi, semestinya kata Nurul, kebun yang dibangun, cantik dan memenuhi standar.
Sebab, lantaran PTPN V yang mengerjakan, pasti sudah ada Rancangan Anggaran Biaya (RAB) dengan standar pembiayaan yang jelas.
"Perusahaan ini kan perusahaan sawit. Pasti sudah sangat pengalaman. Kalau kemudian kondisi kebun itu hancur-hancuran, berarti ada yang tak beres. Inilah makanya saya bilang ada dugaan penggelapan pada penggunaan duit pembangunan kebun itu," ujar Nurul.
Kisruh antara KOPSA-M dan PTPN V ini sudah berlangsung cukup lama. Ini bermula dari pembangunan kebun kelapa sawit milik KOPSA-M di Desa Pangkalan Baru Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau.
Sebelumnya, kebun koperasi ini sudah dibangun oleh Bank Agro sebanyak tiga tahap; 400 hektar, 1.150 hektar dan 500 hektar. Tapi belakangan, kebun tahap satu itu 'lenyap'. PTPN V hanya mengakui kalau kebun milik koperasi cuma kebun yang tahap dua dan tiga.
Terkait kisruh ini, hingga lebih dari sepekan, Eksekutif Vice President Plasma PTPN V, Arief Subhan, belum merespon pertanyaan yang dikirim Gatra.com melalui whatsapp.
Namun sebelumnya, kepada Gatra.com, Kepala Komunikasi Perusahaan dan PKBL PTPN V, Risky Atriyansyah mengatakan kalau areal Kopsa-M hanya tahap II dan tahap III.
Baca juga: Cerita 'Lenyapnya' 400 Hektar Kebun Sawit KOPSA-M
""Tidak benar KOPSA-M memiliki areal pembangunan tahap I seluas 400 Ha," tegasnya.
Abdul Aziz