Pekanbaru, Gatra.com - Makin hari, ragam persoalan antara Koperasi Petani Sawit Makmur (KOPSA-M) dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V di Desa Pangkalan Baru Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar, Riau, terus menyeruak.
Ini tak lepas dari 'lenyapnya' 400 hektar kebun koperasi tahap pertama yang dibangun oleh PTPN V pakai duit pinjaman dari Bank Agro.
Yang meminjam duit adalah koperasi, PTPN V sendiri sebagai avalis. "Dokumen perjanjian hutang kepada Bank Agro yang diteken oleh pengurus koperasi, masih ada pada kami. Kebun itu dibangun tiga tahap. Tahap pertama 400 hektar, tahap dua 1.150 hektar dan tahap tiga 500 hektar," cerita Ketua KOPSA-M, DR. Antony Hamzah, kepada Gatra.com kemarin.
Adapun total hutang atas pembangunan kebun tiga tahap itu mencapai Rp52,9 miliar. "Pada 24 April 2013, PTPN V mengusulkan supaya hutang pembangunan kebun itu ditakeover saja ke Bank Mandiri. Alasannya karena saat itu PTPN V lagi kesulitan duit," kata dosen pertanian Universitas Riau ini.
Pada saat akan ditakeover, hutang koperasi dihitung ulang. Ternyata sudah Rp79,3 miliar. "Kebun tahap dua dan tiga dijadikan agunan untuk takeover ke Bank Mandiri. Didapatlah duit Rp83 miliar. Hutang di Bank Agro dibayar pakai duit itu. Sisanya dipegang oleh PTPN V. katanya untuk biaya perawatan kebun," kisah lelaki 52 tahun ini.
Bagi tokoh masyarakat melayu Riau, Bismar Rambah, apa yang terjadi antara KOPSA-M dan PTPN V adalah romantika KKPA.
KKPA yang dulu menjadi andalan pemerintah. Menyandingkan korporasi dan perbankan untuk kesejahteraan masyarakat.
Baca juga: Cerita 'Lenyapnya' 400 Hektar Kebun Sawit KOPSA-M
"Tapi dalam kisah ini, romantika berubah menjadi "tipudaya". Menurut saya persoalan ini sangat layak diproses hukum. Lantaran ini persoalan petani, sudah selayaknya pula organisasi petani yang melakukan pengawalan atas proses hukum itu," kata Bismar kepada Gatra.com, kemarin.
"Saya tidak kenal mengenal dengan bapak angkat-anak angkat pada peristiwa ini. Tapi yang saya lihat bahwa ada yang jadi David Coperfild, ahli sulap menyulap "hak"," tambahnya dalam logat melayu yang kental.
Di sisi lain, Ketua Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) perguruan tinggi se-Riau, Amir Arifin justru menduga bahwa kuat dugaan ada oknum di PTPN V yang bermain.
"Kalau memang tidak ada kebun tahap satu, kenapa hutang di Bank Agro untuk tahap satu, dua dan tiga ada?" ujar mahasiswa hukum Universitas Lancang Kuning ini saat berbincang dengan Gatra.com kemarin.
Biar dugaan orang tidak bias kemana-mana, Amir meminta supaya persoalan 'lenyapnya' lahan KOPSA-M itu diusut.
"Usut oknum di PTPN V yang diduga terlibat dalam jual beli dan pengolahan kebun tahap satu itu dan sebaiknya, pejabat PTPN V yang sekarang jangan terkesan menyembunyikan atau melindungi, siapa yang melindungi, berarti dia terlibat, jangan ciptakan kebohongan," tegasnya.
Persoalan ini kata Amir harus diungkap seterang mungkin, jangan malah ruang gelap diciptakan dan yang bermain di ruang gelap itu oknum PTPN V atau mantan petinggi di PTPN V.
"Kita minta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turun. BPK juga harus turun mengaudit dan Otoritas jasa Keuangan (OJK) kami minta menelusuri aliran duit di dua bank itu terkait KOPSA-M tadi," pintanya.
Terkait kisruh KOPSA-M dan PTPN V ini, Pengendali Fungsi Humas Kementerian BUMN, Rudi Rusli, hanya menyebut bahwa koperasi dan PTPN V sebaiknya bermusyawarah untuk menemukan solusi terbaik.
"Lantaran ini ranahnya di operasional, Kementerian BUMN tidak akan campur tangan di ranah itu. Kewenangan sepenuhnya terkait itu ada di direksi PTPN V, baik itu di dalam maupun di luar pengadilan," ujar Rudi kepada Gatra.com melalui whatsapp, kemarin.
Sebelumnya, kepada Gatra.com, Kepala Komunikasi Perusahaan dan PKBL PTPN V, Risky Atriyansyah menyebut bahwa pembangunan kebun pola KKPA yang ada di PTPN V terbagi berdasarkan tahun pembangunan;
Pembangunan tahap I dilakukan pada tahun 2001/2002, tahap II 2003/2004, dan tahap III tahun 2005/2006.
Areal Kopsa M sendiri masuk dalam kategori pembangunan tahap II dan tahap III, dan tidak benar apabila KOPSA-M memiliki areal pembangunan tahap I seluas 400 Ha.
Abdul Aziz