Surabaya, Gatra.com - Keputusan pemerintah yang membatalkan kenaikan upah minimum untuk 2021, mengundang reaksi para buruh. Buruh menuntut pemerintah membatalkan keputusan yang termuat dalam Surat Edaran Nomor M/11/HK.04/2020.
Buruh menuntut kenaikan upah minimum provinsi pada 2021 sebesar Rp 600 ribu dengan perhitungan tertentu. Yakni, dengan angka rata-rata upah minimum kota (UMK) di 38 kabupaten dan kota.
"Terkait upah minimum dari surat edaran yang dikeluarkan Kementerian Ketenagakerjaan itu tidak perlu naik. Jelas itu kami tolak," kata Sekjen FSPMI Jawa Timur Jazuli kepada wartawan, Selasa (27/10).
Setelah ketemu angka rata-rata dari penjumlahan UMK di 38 kabupaten dan kota se-Jawa Timur, barulah dapat ditetapkan besaran UMP-nya. Selain UMP, Jazuli juga menuntut pemerintah tetap menaikkan angka UMK dan UMSK (Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota) pada 2021.
Menurutnya, pandemi Covid-19 jangan dijadikan alasan agar pengusaha tidak menaikkan UM untuk buruhnya, terutama pekerja baru. Karena, justru saat pandemi, banyak buruh yang diwajibkan menjalani tes kesehatan yang notabene biayanya ditanggung buruh sendiri.
"Karena Presiden sudah menyampaikan soal subsidi upah bagi buruh yang gajinya dibawah lima juta rupiah. Juga kewajiban mematuhi protokol kesehatan, termasuk rapid test, yang tidak masuk dalam item upah," kata Jazuli.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Timur Himawan Estu Bagijo mengatakan, tetap menampung semua tuntutan terkait UM. Usulan UM dari buruh dan pengusaha akan dirapatkan dengan tim pengupahan.
Hasilnya, akan diserahkan kepada Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa. Himawan menegaskan, Khofifah sebagai Gubernur nanti yang tetap akan memutuskan berapa besaran UMP (upah minimum provinsi) pada 2021.
"Dalam rapat itu (rapat penetapan UMP) nanti kita lihat apa yang terjadi. Kalau memang ada usulan naik dari buruh, di notulensi kami tuliskan. Termasuk kalau ada usulan dari pengusaha, akan kami tuliskan," kata Himawan.
Menurutnya, Khofifah tentu akan menetapkan besaran UMP berdasarkan pertimbangan sejumlah aspek. Salah satunya, yakni Surat Edaran Nomor M/11/HK.04/2020 tentang Penetapan Upah Minimum pada 2021.
Himawan menjelaskan, surat edaran dari pemerintah pusat itu sudah berkekuatan hukum. Artinya, pemerintah provinsi sebagai bawahan, wajib mematuhinya.
Meski begitu, dirinya menyadari bahwa akan ada pihak-pihak yang dirugikan dan diuntungkan. Yang dirugikan, kemungkinan besar akan menggugat keputusan penetapan UMP untuk 2021 ke Pengadilan Tata Usaha.
"Kalau pemerintah provinsi tidak menjalankan surat keputusan tersebut, pasti akan ada yang dirugikan. Tapi di sisi lain, akan ada yang diuntungkan, yang mungkin diam saja dan berterimakasih," katanya.
Karenannya, pemprov Jawa Timur, laniutnya, tidak dapat begitu saja memenuhi tuntutan buruh. Sebab, segala konsekuensi dari penetapan UMP untuk 2021 tersebut, juga yang nantinya akan jadi pertimbangan gubernur.