Yogyakarta, Gatra.com - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menebitkan surat edaran yang menyatakan bahwa upah minimum 2021 tidak naik, Selasa (27/10). Kalangan buruh Daerah Istimewa Yogyakarta menilai kebijakan itu mengkhianati sila kelima Pancasila.
Hal itu disampaikan Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (DPD KSPSI) DIY Irsad Ade Irawan. "Pada prinsipnya, surat edaran tersebut merupakan suatu bentuk pengkhianatan terhadap sila lima Pancasila, yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia," ujar dia, Selasa.
Menurutnya, surat edaran (SE) Menaker itu bukan produk hukum, maka tak bisa dijadikan acuan dalam penetapan upah minimum 2021. "SE Menaker tersebut semakin menandakan bahwa rezim Jokowi tidak berdiri di atas semua golongan, tetapi melayani kepentingan pengusaha atau pemilik modal," ujarnya.
KSPSI DIY menilai surat itu bentuk konkrit penindasan dan akan menyebabkan penderitaan bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama buruh.
"SE Menaker tersebut justru akan membuat Indonesia semakin terjerembab ke dalam jurang resesi karena justru SE itu tidak akan meningkatkan daya beli dan konsumsi masyarakat," kata Irsad.
Surat edaran itu juga dinilai bentuk ketidakadilan bagi buruh. "Selama ini buruh telah menjadi tulang punggung perekonomian dan menyumbangkan banyak keuntungan bagi pengusaha," imbuh dia.
Dengan kondisi ini, DPD KSPSI DIY menuntut Menaker mencabut surat edaran tentang penetapan upah minimum 2021 tersebut. Kalangan buruh DIY juga tetap meminta pencabutan UU Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
"Tetapkan upah minimum 2021 minimal mencapai KHL (kebutuhan hidup layak) dan berikan bantuan langsung tunai kepada buruh tanpa diskriminasi dan sebesar upah minimum provinsi," ujarnya.
Sesuai survei, KHL buruh di DIY sekitar Rp3,1 juta, sedangkan upah minimum di wilayah DIY Rp1.705.000 - Rp2.040.000.