Yogyakarta, Gatra.com - Libur panjang pada 29 Oktober -1 November 2020 dinilai bakal menjadi momentum kebangkitan pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta di masa adaptasi kebiasaan baru dengan penerapan protokol kesehatan (prokes) ketat.
Kepala Dinas Pariwisata Bantul Kwintarto Heru Prabowo menyatakan pihaknya telah mengirim surat ke berbagai pengelola objek wisat di Bantul dalam upaya menjaga keamanan dan keselamatan pengunjung di momen libur panjang di tengah pandemi dan musim hujan.
"Ada tiga hal yang kami inginkan dari seluruh pemangku objek wisata, baik yang berbasis objek air, perbukitan, maupun lainnya: jaga keselamatan pengunjung, tetap terapkan protokol kesehatan, dan memastikan wisatawan yang berkunjung sehat," kata Kwintarto saat dihubungi Gatra.com, Senin (26/10).
Menurutnya, sejak Agustus lalu banyak objek wisata di Bantul sudah dibuka, termasuk semua wisata pantai dan sejumlah wisata petualangan goa. Di awal bulan ini, beberapa wisata alam perbukitan di Dlingo dan Piyungan juga mulai buka.
Kwintarto memprediksi, Pantai Parangtritis kemungkinan tetap menjadi tujuan utama wisatawan. Selama empat hari libur, sekitar 20 ribu wistawan diperkirakan berkunjung ke pantai.
"Yang paling banyak ada di Sabtu (31/10), diperkirakan ada 5.000 pengunjung dan Minggu (1/11) lebih dari 12 ribu pengunjung yang masuk. Ini momentum untuk memperlihatkan ke publik pariwisata Bantul telah menerapkan protokol kesehatan ketat selama pandemi," katanya.
Kepala Dinas Kesehatan Bantul Agus Budi Raharjo menyatakan, sebagai antisipasi kedatangan wisatawan dan penularan Covid-19, seluruh unit kesehatan dari puskesmas hingga unit kegawatdaruratan di rumah sakit tidak diliburkan.
Momentum libur panjang ini juga akan dimanfaatkan oleh hotel-hotel yang sejak Maret lalu kehilangan tamu. Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY Deddy Pranowo menyatakan, maksimal tersedia 75 persen dari total 18 ribu kamar hotel di DIY.
"Dari laporan 168 hotel, libur panjang besok terjadi peningkatan pemesanan kamar dari sebelumnya hanya 45 persen menjadi 55 persen tingkat keterisian. Ada kemungkinan wisatawan yang biasnya hanya berlibur sehari (one day trip), selama pandemi memutuskan menginap minimal dua hari," ujarnya.
Menurut Deddy, peningkatan pemesanan ini diikuti langkah pengelola hotel dan restoran untuk memperketat protokol kesehatan. Wisatawan pun diminta untuk jujur atas kondisi kesehatannya. "Jangan sampai nanti hotel menjadi klaster baru penularan," kata dia.
Deddy mengatakan, PHRI DIY belum bisa memprediksi nilai rupiah yang akan masuk ke bisnis hotel selama libur panjang nanti. Sebab hal itu belum menjadi perhatian mengingat hotel masih fokus mencari pemasukan di tengah lesunya kunjungan tamu.
"Saat ini harga kamar sudah diturunkan hingga 60 persen dari harga normal. Meski tidak mencukupi untuk operasional, penerapan protokol kesehatan baik ada maupun tidak ada tamu akan semakin meningkatkan citra pariwisata Jogja ke depan," katanya.