Jakarta, Gatra.com - Majelis Penyelamat Asosiasi Perusahaan Pejalanan Wisata Indonesia (ASITA) akan menggelar musyawarah luar biasa (Munaslub) di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, pada Senin besok (26/10).
Deklarator Majelis Penyelamat Asita (MPA), Ophan Lamara, dalam keterangan tertulis yang diterima pada Minggu (25/10), menyampaikan, Munaslub ini untuk menyelesaikan kisruh dan kebuntuan komunikasi dengan Ketua Umum dan Kepengurusan DPP ASITA periode 2019-2024.
"Munasus atau Munaslub ini bisa menjadi jawaban dan titik terang atas kisruh yang terjadi selama satu tahun belakangan ini antara MPA dengan Pimpinan Rusmiati dengan pendirian akta baru ASITA 2016," katanya.
Selain itu, lanjut Ophan, ini merupakan gerakan moral atas kesewenang-wenangan yang dilakukan ketua atau pengurus DPP periode tersebut. Pihaknya mengimbau seluruh anggota ASITA untuk ambil bagian pada Munaslub nanti sebagai bagian dari sejarah organisasi yang telah berdiri 1971 silam.
Ophan mengungkapkan, ASITA berdiri pada Januari 1971 berdasarkan akta No 17 tanggal 15 Maret 1975 di hadapan notaris Raden Soeratman dan selanjutnya telah didaftarkan dan diregister di PN Jakpus pada 11 Februari 1982.
Menurut Ophan, pihaknya menggelar Munaslub karena Ketum DPP ASITA atau jajarannya diduga telah melakukan penyimpangan, yakni membuat akta pendirian ASITA pada 2016 dan menghilangkan sejumlah nama pendiri organisasi ini dan menggantinya dengan Asnawi Bahar dan jajaran pengurus saat ini.
"Anggota tidak pernah mengamanahkan kepada pimpinan 2016 -2019 di mana Nunung Rusmiati sebagai Sekjennya untuk melahirkan akte pendirian baru. Kalau prosesnya saja sudah salah, kenapa itu harus diakui," ujarnya.
Selain itu, lanjut Ophan, pihaknya menilai bahwa pendirian akta baru ASITA tersebut juga tidak terkait industri pariwisata, tetapi malah seperti yayasan sosial, karena ada panti jompo dan lain-lain. MPA siap mengomparasi akta 1971 dengan 2016.
Bukan hanya soal perubahan akta pendirian ASITA, MPA menilai bahwa kepengurusan tidak melakukan amanah Munaslub tahun lalu, yakni anggota memberikan amanah agar ketum terpilih harus mampu membuat LPJ ASITA dalam tempo sesingkat- singkatnya.
"Alhasil, hingga sampai saat ini mereka belum mampu mempertanggungjawabkan LPJ DPP 2015-2019. Malah mereka mempropagandakan kepada anggota untuk membenarkan dan seolah-olah tidak masalah dengan keuangan tersebut," ujarnya.
Ophan mengungkapkan, anggota memberikan amanah tersebut karena anggota DPD membayar iuran. Contohnya, DPD DKI Jakarta membayar Rp312 juta. Kemudian jika ditambah dari DPD Bali diperkirakan mencapai Rp400 juta lebih. Kalau 33 DPD semua membayar, maka jumlahnya sangat signifikan.
Ia menyebut bahwa antusiasme anggota ASITA untuk mengikuti Munasus dan Munaslub sangat luar biasa. Sekitar 400 orang anggota telah mendaftar untuk mengikuti Munasus dan Munaslub yang akan digelar secara daring mengingat masih dalam kondisi pandemi Covid-19.
Sebelumnya, MPA juga telah melaporkan Ketum ASITA periode 2019-2024 kepada Polda Metro Jaya pada 16 Maret 2020 dengan Nomor : LP/ 1762 / III / YAN.25/2020/SPKT PMJ. Kemudian, DPD ASITA DKI Jakarta dan Bali melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 1 Oktober 2020. Terkait pernyataan di atas, Gatra.com masih berupaya meminta konfirmasi pihak terkait.