Pekanbaru, Gatra.com - Ini kali pertama kepala daerah tingkat dua di Riau menggeber percepatan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) di daerahnya. Namanya Catur Sugeng Susanto, Bupati Kampar.
Pertengahan bulan lalu, lelaki 49 tahun ini langsung membikin Surat Keputusan tentang percepatan PSR tadi.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kampar, Yusri, ditunjuk langsung menjadi ketua tim. Kepala dinas hingga kepala desa se-kabupaten kampar dilibatkan dalam percepatan PSR tadi, termasuk Ketua DPD Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Kampar, Helkis.
Tak berlebihan sebenarnya kalau ayah tiga anak ini menggeber PSR di Kampar, soalnya, selain pekebun swadaya, dari semua daerah di Riau, pekebun eks plasma paling banyak di Kampar. Rata-rata, kebun eks plasma ini sudah musti diremajakan.
"Saya kan anak petani saya, saya paham dengan kondisi yang ada. Itulah makanya saya segerakan membikin SK percepatan PSR ini," ujar lelaki asal Tapung itu.
Dulu kata Catur, petani kesulitan meremajakan sawitnya lantaran sistim dan pembiayaan yang belum jelas. Sekarang Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) sudah memberikan hibah kepada petani sawit. Nilainya bahkan sudah naik menjadi Rp30 juta dari yang tadinya Rp25 juta.
"Masa program pemerintah yang luar biasa kayak begini, kita sia-siakan, rugilah. Petani rugi, apalagi pemerintah daerah," katanya.
Plh Ketua DPW Apkasindo Riau, Gulat Medali Emas Manurung, langsung mengacungkan jempol saat mendengar Bupati Kampar sudah membikin SK Tim Percepatan PSR tadi.
"Kalau saja semua bupati dan walikota di Riau kayak Bupati Kampar, saya yakin target PSR di Riau yang 24.500 hektar, pasti terealisasi. Tapi lantaran sangat minim yang merespon, mau gimana lagi, saat ini realisasi di Riau masih hanya sekitar 7000 an hektar," ujar Ketua Umum DPP Apkasindo ini kepada Gatra.com, kemarin.
Lelaki 47 tahun ini mengaku masih saja tak habis pikir kenapa bupati dan walikota enggak responsif soal PSR ini. Padal, duit yang digelontorkan BPDPKS untuk petani, akan sangat berdampak luas.
"Kita ambil contohlah Kampar. Lahan petani yang ikut PSR 5000 hektar. Ini berarti, duit BPDPKS yang masuk ke Kampar sudah mencapai Rp150 miliar. Sebab dana hibah BPDPKS per hektar itu Rp30 juta," rinci auditor Indonesian Sustainable Palm Oil(ISPO) ini.
Masuknya duit tadi kata Gulat, enggak hanya menolong petani sesaat, tapi jangka panjang. Multi player effect eknomi di masyarakat yang luar biasa, juga akan muncul.
"Begini, kalau harga kebun yang tidak produktif hanya Rp40juta per hektar, dengan masuknya yang Rp30 juta tadi, kebun petani akan dijejali tanaman produkti," katanya.
Dengan kondisi seperti itu, mau enggak mau, harga kebun petani akan melonjak menjadi Rp150 juta per hektar.
"Ini berarti, sudah Rp750 miliar aset petani di Kampar. Jadi kalau ada pemerintah kabupaten atau kota yang cuek dengan program PSR ini, maka kepemimpinan si kepala daerah itu dipertanyakan," ujar kandidat doktor lingkungan Universitas Riau ini.
Bagi Ketua DPU Apkasindo Pujud Kabupaten Rokan Hilir (Rohil), Rudi, tak pedulinya kepala daerah dengan PSR di daerahnya, sama saja dengan memberikan hasil keringat petaninya ke daerah lain.
Soalnya kata Rudi, sumber duit PSR itu kan dari pungutan ekspor Crude Palm Oil (CPO). "Kalau di satu daerah itu enggak ada PSR, otomatis duit pungutan tadi disalurkan ke daerah lain yang menggeber PSR. Berarti daerah lainlah yang menikmati duit yang bersumber dari CPO itu," katanya.
Sabungan Tambunan. Petani kelapa sawit asal Kabupaten Simalungun Sumatera Utara (Sumut) ini, sama seperti Gulat, langsung mengacungkan jempol saat mendengar Bupati Kampar menggeber percepatan PSR.
"Kepala daerah seperti itu, bagi saya sangat luar biasa. Saya yakin semua kepala daerah bisa kayak Bupati Kampar itu kalau masing-masing bisa menghilangkan ego yang ada. Baik ego pelaku PSR maupun dinas terkait," katanya.
Petani kata Sabungan, sebenarnya enggak hanya butuh dana hibah PSR itu. Lebih dari itu, mereka sangat butuh bimbingan, termasuk respon cepat dari instansi terkait.
Sebab urusan administrasi dan pelaporan soal PSR itu juga jadi persoalan bagi petani. "Maklum, hanya segelintir petani yang paham soal administrasi dan pelaporan. Di sinilah pendampingan sangat dibutuhkan," katanya.
Biar persoalan seputar PSR tadi kata Sabungan bisa segera teratasi, solusi kongkrit tentu musti segera ada. "Yuk Apkasindo rapatkan barisan, biar kita benar-benar bisa menjalankan PSR yang baik dan tepat sasaran," pintanya.
Abdul Aziz