Kayuagung, Gatra.com - Mantan Ketua BPD Desa Pangkalan Lampan, Kecamatan Pangkalan lampam, Ogan Komering Ilir (OKI), Sumsel, Irsan didampingi penasehat hukumnya mengatakan, akan mengadukan JPU dan hakim PN di daerah tersebut ke Komisi Kejaksaan dan Komisi Yudisial.
Hal ini dilakukan, karena dua penegak hukum di Bumi Bende Seguguk, yang menyidangkan kasus penganiayaan terhadap Irsan dengan terdakwa oknum Kades Pangkalan Lampam, Khoril Anwar, dinilai tidak sesuai dan berat sebelah.
Penasehat hukum Irsan, Krisnaldi SH mengatakan, dirinya tidak puas dan mempertanyakan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Imran SH yang hanya menuntut terdakwa dengan tuntutan 1 bulan 15 hari dengan NO. REG. PERK : PDM-189/K/L.6.12/Epp.2/07/2020 yang kemudian diputuskan oleh majelis hakim dengan nomor putusan 501/Pid.B/2020/ PN Kag dengan hukuman satu bulan penjara.
Dikatanya, pihaknya akan melaporkan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung, ke Komisi Yudisial (KY) dan Jaksa Penuntut umum (JPU) ke Komisi Kejaksaan hal tersebut dikarenakan majelis hakim telah menjatuhkan vonis kepada terdakwa Khoiril Anwar dengan pidana selama 1 bulan penjara. Lebih ringan dari tuntutan jaksa, yang sebelumnya menuntut terdakwa 1,5 bulan penjara.
"Jelas kami merasa tidak dapat keadilan, atas tuntutan ringan oleh JPU dan putusan pengadilan yang hanya 1 bulan penjara kepada terdakwa penganiayaan,” tegas Krisnaldi, kepada Gatra.com Jumat (23/10).
Menurut korban, seharusnya terdakwah dituntut dengan Pasal 351 ayat (2) KUHP yang ancamannya maksimal 5 tahun penjara, bukan Pasal 351 ayat (1) KUHP, karena korban mengalami luka berat.
Ditambahkannya, kalau alasannya sudah meminta maaf sebagai manusia korban juga memaafkan tapi hukum tidak bisa dimaafkan lagi pula kalaupun ada perdamaian antara kedua belah pihak harusnya ada surat tertulis di atas materai.
"Inikan majelis hakim pada saat persidangan meminta oknum kades untuk salaman dan meminta maaf kepada korban, dan ini dijadikan alasan untuk meringankan hukuman terdakwa. Inikan aneh, jelas kami tidak mendapat keadilan," terangnya.
Sebelumnya, puluhan massa yang mengatasnamakan diri Serikat Pemuda dan Masyarakat (SPM) Sumsel, menggelar aksi demonstrasi di Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Kayuagung, dan DPRD OKI, Rabu (21/10/2020).
Massa menuntut penyelesaian kasus penganiayaan terhadap mantan Ketua BPD dan indikasi kasus dugaan korupsi oknum Kepala Desa (kades) di Kecamatan Pangkalan Lampam OKI.
Massa aksi juga menyerukan “stop program jaksa sahabat desa dan status kepala desa pangkalan lampam sebagai tersangka harus ditahan”.
Koordinator aksi, Yovi Meitaha dalam orasinya meminta agar pihak kejaksaan meninjau kembali hukuman yang diberikan kepada oknum Kades yang telah melakukan penganiayaan terhadap mantan ketua BPD. Dia meminta agar pelaku dituntut serendah-rendahnya 2/3 dari ancaman pasal 351 ayat 1 KUHPidana.
“Masak mantan ketua BPD dianiaya oleh Kades, justru kejaksaan menuntut hanya 1,5 bulan, dan hakim memutuskan hukuman satu bulan. Belum lagi oknum kades tidak pernah ditahan,” terangnya.
Usai melakukan aksi damai di Kejari OKI, massa bertolak ke Kantor DPRD OKI dan meminta para wakilnya di parlemen memberikan perlindungan hukum terhadap korban penganiayaan oknum Kades.
Disamping itu, pihaknya meminta wakil rakyat dapat merekomendasikan menghentikan program Jaksa Sahabat Desa karena dinilai melindungi para Kades.
Menyikapi hal itu, Kasubbag Pembinaan Kejari OKI, Santoso menambahkan pihaknya akan segera menyampaikan tuntutan massa ini ke Kajari OKI.
“Saat ini Kajari OKI, Ari Bintang Prakoso sedang tidak berada di kantor. Nanti aspirasi yang disampaikan akan diteruskan ke pimpinan,” katanya kepada massa aksi.
Terpisah, anggota DPRD OKI, Marzuki bersama anggota dewan lainnya menyambut baik kedatangan massa aksi ini.
“Kami minta lima perwakilan massa untuk duduk bersama guna mencari solusi atas permasalahan ini,” ucap politisi Partai Golkar OKI ini.