Jakarta, Gatra.com - KPK menahan tersangka Wali Kota Tasikmalaya periode 2012-2017 dan 2017-2022 Budi Budiman dalam kasus dugaan suap terkait dengan pengurusan Dana Alokasi Khusus Kota Tasikmalaya TA 2018. KPK telah menetapkan Budi sebagai tersangka dan mengumumkan pada tanggal 26 April 2019.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan untuk kepentingan penyidikan, setelah melakukan pemeriksaan saksi sebanyak 33 orang dan 2 orang ahli. KPK melakukan penahanan tersangka selama 20 hari terhitung sejak tanggal 23 Oktober 2020 sampai dengan 11 November 2020 di Rutan KPK Cabang Gedung ACLC KPK Kav. C1.
"Perkara ini merupakan pengembangan dari dugaan suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah dalam RAPBN Perubahan Tahun Anggaran 2018 yang diawali dengan OTT pada Jumat, 4 Mei 2019 di Jakarta," kata Ghufron dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (23/10).
Ghufron menjelaskan, Sekitar awal tahun 2017 Budi Budiman diduga bertemu dengan Yaya Purnomo selaku Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Ditjen Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan untuk membahas alokasi DAK TA 2018 Kota Tasikmalaya. Dalam pertemuan itu, Yaya Purnomo diduga menawarkan bantuan untuk pengurusan alokasi DAK dan Budi Budimanbersedia memberikan fee jika Yaya Purnomo bersedia membantunya untuk mendapatkan alokasi DAK.
"Bahwa setelah adanya komitmen Yaya Purnomo akan memberikan prioritas dana kepada Kota Tasikmalaya maka tersangka BBD (Budi Budiman) diduga memberi uang sebesar Rp200 juta kepada Yaya Purnomo," jelaa Ghufron.
"Kemudian pada sekitar April 2018 tersangka BBD (Budi Budiman) kembali memberikan uang Rp200 juta kepada Yaya Purnomo yang diduga masih terkait dengan pengurusan DAK untuk Kota Tasikmalaya Tahun Anggaran 2018 tersebut," imbuhnya.
Atas perbuatannya Budi Budiman disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.