Surabaya, Gatra.com - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang di kantor Badan Pengawas Pemilu Jawa Timur. Hasilnya, DKPP menyatakan masih akan membahas fakta aduan dari Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP).
DKPP masih akan membahas hasil sidang dalam rapat pleno. Yakni, untuk menetukan ada tidaknya pelanggaran oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Surabaya dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Surabaya.
"Rapat pleno akan dilakukan bersama DKPP RI. Kalau putusannya etik, akan dinilai derajat pelanggarannya. Apakah berat, sedang, atau ringan," kata Ketua DKPP Muhammad Alhamid kepada wartawan di kantor Bawaslu Jawa Timur, Kamis (22/10).
Alhamid mengatakan, apabila ada pelanggaran etik berat, anggota KPU dan Bawaslu yang bersangkutan dikenai sanksi berupa pemberhentian secara tetap. Jika tidak, DKPP akan memulihkan nama baik KPU dan Bawaslu.
"Kalau pelanggaran berat, biasanya sanksi pemberhentian secara tetap. Kalau tidak (terbukti tidak melanggar kode etik) yang kita rehab. Nama baiknya kami pulihkan," kata Alhamid.
Terkait sidangnya sendiri, membahas tentang aduan proses verifikasi administrasi dan pengawasan kampanye para calon kepala daerah. Salah satunya tentang ribuan data calon pemilih yang dinilai KIPP sebagai pengadu, tidak valid.
Ketua KIPP Jawa Timur Novli Bernado berharap pihak DKPP membuka seluruh dokumen B1 KWK untuk bakal calon kepala daerah perseorangan. Tujuannya, untuk menjawab aduan yang belum dapat dijawab Bawaslu dan KPU selama sidang etik.
"Itu alat kerja mereka (KPU dan Bawasli). Untuk membuktikan data tersebut, KIPP meminta DKPP untuk membuka dokumen resmi B1 KWK dukungan bakal calon perseorangan," kata Novli.
Novli mengaku mendapat fakta-fakta aduan dari penyelenggara ditingkat ad-hoc. Karenanya, dengan membuka dokumen tersebut, akan terlihat data mana saja yang sesuai persyaratan dana mana saja yang tidak.
Kemudian, Novli juga meminta DKPP menyelesaikan sengketa terkait pengajuan pencalonan perseorangan di Bawaslu. Dirinya menilai, Bawaslu telah melakukan kesalahan mekanisme penanganan sengketa tersebut.
Sementara itu, Anggota Bawaslu Surabaya Hidayat menampik semua aduan dari KIPP. Menurutnya, Bawaslu telah melakukan pengawasan pemilu mulai dari proses pendaftaran bakal calon hingga masa kampanye saat ini.
Hidayat mengaku bahwa Bawaslu telah berkoordinasi dengan KPU Surabaya terkait jumlah data sebaran dan dukungan. Hasilnya, menetapkan bahwa jumlah minimal dukungan sebanyak 138,565 dukungan.
"Setelah itu, pasangan calon memberikan (data dukungan) kepada KPU Surabaya. Nah, kami juga melakukan pengawasan terkait sebaran jumlah dukungan," kata Hidayat.
Hidayat juga menampik aduan KIPP tentang data ganda yang diloloskan Bawaslu. Dia mengatakan, sebanyak 2,461 data dukungan masuk dalam kategori tidak memenuhi syarat (TMS).
TMS artinya bahwa ada indikasi ganda identik pada data calon pemilih. Sedangkan data pemilih dengan kesamaan nomor induk kependudukan (NIK) tapi beda nama dan alamat, Hidayat menyatakan pihaknya telah melakukan verifikasi ulang.
Ketua KPU Surabaya Nur Syamsi menyatakan semua proses pengambilan data verifikasi dan administrasi sudah sesuai prosedur. Mulai dari penerimaan dokumen, pengecekan data sebaran, hingga verifikasi administrasi.
Termasuk saat proses penerimaan perbaikan data dukungan yany sudah dilakukan sesuai prosedur. Yakni, termuat dalam ketentuan KPU nomor 9 perubahan 4 peraturan KPU tahun 2017 dan keputusan nomor 82 KPI RI.
"Kalau ada hal yang tidak bersepakat pada kami (KPU Surabaya) saya pikir wajar saja. Prinsipnya kami mengapresiasi semua elemen masyarakat yang melakukan koreksi terhadap kerja kami," kata Syamsi.