Surabaya, Gatra.com - Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) akan mengimplementasikan Badan Usaha Milik Desa Bersama (Bumdesma). Implementasinya akan dimulai kali pertama di 147 desa se-Jawa Timur pada Desember 2020.
Pengimplementasian Bumdesma tersebur akan mengelola dana bergulir sebesar Rp 1,7 triliun. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan sejumlah pendamping akan bertugas mendampingi dan mengawasi pengelolaannya yang berpusat di tiap kantor kecamatan.
Menteri Desa PDTT Abdul Halim Iskandar memastikan bahwa tiap desa akan memiliki satu Bumdes yang dinaungi oleh Bumdesma tersebut. Sehingga, jumlah Bumdes akan sama dengan jumlah desa se-Jawa Timur.
"Tapi tetap ada ruang apabila jumlah desanya melebihi (lebih dari satu desa) yang disebut dengan Bumdesma. Sebagai tindaklanjut kerjasama antar desa. Misalnya, dua desa kerjasama bikin Bumdesma, jadi," kata Abdul di Gedung Negara Grahadi, Rabu (21/10).
Terkait entitasnya sendiri, Abdul menyatakan bahwa Bumdesma sudah berstatus badan hukum dan badan usaha di dalam UU Cipta Kerja. Fungsinya, memberi pembiayaan bagi masyarakat dari satu atau beberapa desa.
Karena bertujuan untuk kesejahteraan bersama, pengelolaan Bumdesma tersebut akan melibatkan masyarakat desa dengan sistem kekeluargaan. Abdul menyatakan bahwa pihaknya masih menyiapkan rancangan peraturan pemerintah terkait pengelolaan itu (RPP).
"Implikasinya pada RPP yang sedang kami susun. Kami ingin ada ekslusifitas Bumdesma sebagai entitas baru. Karena nantinya (Bumdesma) ini menyangkut perekonomian masyarakat desa," kata Abdul.
Terkait RPP, Abdul mencontohkan soal pajak. Di dalam RPP, akan memuat aturan secara spesifik berapa pajak yang dikenakan untuk Bumdesma. Harapannya, peregerakan perrkonomiannya akan lebih cepat dibanding lembaga sejenis lain.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan, pihaknya telah memiliki platform. Tujuannya, membina masyarakat agar dapat mengakses lembaga keuangan dengan mudah.
Selain itu, pemembinaan dengan platform itu juga akan mendorong masyarakat menghasilkan produk yang berkualitas. Wimboh berjanji akan memasarkan produk buatan pelaku usaha di desa ke dalam market place resmi OJK.
"Supaya masyarakat itu benar-benar menghasilkan produk yang baik dan dapat dijual. OJK akan membantu memasukkan produk itu dalam market place secara digital," kata Wimboh.
Selain platform pembinaan, Wimboh juga menyatakan bahwa pihaknya telah menyiapkan perizinan kelembagaan untuk Bumdesma. Karena Bumdesma adalah lembaga semi-formal, maka izinnya berupa lembaga keuangan mikro.
Kemudian, terkait penggunaan dananya, Wimboh memastikan bahwa pengelolaan trilinan rupiah tersebut akan bergulir. Maka, tidak akan dana probadi masyarakat berupa deposito atau agunan yang terpakai untuk pembiayaan.
"Jadi, menggulirkan pembiayaan. Tidak boleh menggunakan dana masyarakat dalam bentuk agunan atau deposito. Karena dana yang dimasukkan, akan bergulir," tegasnya.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengapresiasi program pemerintah tersebut. Khofifah berharap, semua pelaku usaha termasuk pedagang di pasar di desa-desa tidak terjebak oleh rentenir saat membutuhkan pembiayaan usaha.
"Kami masih menemukan (pelaku usaha di desa) yang terjerat rente. Karena itu lembaga keuangan desa (LKD) seperti Bumdesma ini baian dari financial inclusion," kata Khofifah.
Menurutnya, masyarakat khususnya pelaku usaha di desa sangat membutuhkan dukungan finansial. Biasanya, pelaku usaha komoditas atau petani yang sering terjerat rentenir untuk biaya hidup sembari menunggu masa panen.
Sehingga, dengan adanya Bumdesma tersebut, akan menjadi tempat bagi pelaku usaha dan petani di desa untuk mendapat dukungan finansial. "Bagi Jawa Timur, (Bumdesma) ini adalah nafas baru," ujarnya.