Home Hukum RUU Kejaksaan Menuju Restorative Justice

RUU Kejaksaan Menuju Restorative Justice

Jakarta, Gatra.com - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI), Prof. Hikmahanto Juwana, mengatakan, revisi Undang-Undang (UU) Kejaksaan, di antaranya untuk menerapkan restorative justice.

Hikmahanto dalam diskusi virtual bertajuk "RUU Kejaksaan Tonggak Restorative Justice di Indonesia" gelaran Aliansi Publik Indonesia (API), Rabu (21/10), menyampaikan, revisi UU Kejaksaan Nomor 16 Tahun 2004 mencantumkan restorative justice karena UU ini belum mengaturnya.

Ia mengungkapkan, walaupun sudah ada ketentuan tentang restorative justice dalam Peraturan Jaksa Agung (Perja) Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, namun payung hukum di atasnya, yakni UU Kejaksaan belum mengaturnya.

"Oleh karena itu, sangat penting untuk diatur dalam RUU Kejaksaan yang baru soal restorative justice," ujar Hikmahanto.

Menurutnya, inti dari materi tentang restorative justice dalam Perja Nomor 15 Tahun 2020 tersebut bisa dimasukkan ke dalam UU Kejaksaan. Dalam UU-nya nanti tidak perlu detail, namun harus dijabarkan dalam aturan turunannya.

Sedangkan untuk mencegah potensi terjadinya penyalahgunaan pasal restorative justice oleh oknum, lanjut Hikmahanto, maka perlu diatur mekanisme untuk mencegahnya. "Pencegahan juga harus diatur dalam RUU Kejaksaan, agar pemerintah untuk memberi keadilan tidak diselewengkan oleh oknum-oknum tertentu," ujarnya.

Pakar hukum pidana dari Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), Suparji Ahmad, menambahkan, RUU Kejaksaan untuk menerapkan restorative justice merupakan langkah positif yang perlu diapresiasi.

Ia pun menyambut baik pernyataan Jaksa Agung ST Burhanuddin yang menyampaikan bahwa 100 lebih pekera pidana ringan diselesaikan melalui restorative justice. Menurut Suparji, sudah seharusnya kasus-kasus yang kerugiannya kecil diselesaikan melalui cara tersebut.

"RUU Kejaksaan harus menjadi momen untuk mengatur restorative justice," kata Suparji.

Menurutnya, pergeseran paradigma dari penegakan hukum retributif atau pembalasan ke keadilan restoratif di Indonesia sudah dimulai dengan UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Menurutnya, kedua UU tersebut memberikan kewenangan kepada Kejaksaan untuk mengedepankan keadilan restoratif. Ia berharap, ini bisa diimplementasikan dalam tindak pidana lainnya dan menjadikan pemidanaan sebagai jalan terakhir.

"Pidana itu sifatnya ultimum remidium. Jadi selama bisa ditempuh dengan restoratif, maka langkah itu harus diambil," ujarnya.

Sementara itu, Dosen Hukum dari Universitas Pancasila Jakarta juga prakisi hukum, Hasbullah, menyampaikan, pendekatan restorativ justice muncul karena pendekatan pemidanaan retributif tidak efektif.

"Sejak 1946 sampai dengan hari ini, orientasi penegakan hukum pidana di Indonesia tujuannya mengarah ke pemidaan retributif, tindak pidana ujungnya melalui proses penghukuman melalui proses pengadilan," ujarnya.

Penerapan pendekatan repributif tidak lagi memuaskan dan cenderung memunculkan banyak masalah. Bahkan, retributif ini tidak menjadikan efek jera dan menurunkan tindak pidana.

"Dilihat dari data MA, ternyata dari tahun ke tahun bukannya makin menurun tapi malah meningkat, hampir setiap tahunnya bertambah lebih dari 1.000 kasus pidana. Diteliti lebih lanjut lagi, ternyata di dalamnya tidak melulu tindak pidana yang masuk kategori berat," ujarnya.

Menurutnya, restorative justice saat ini menjadi salah satu tujuan pemidanaan yang efektif untuk menyelesaikan permasalahan pidana, karena orientasinya memecahkan masalah konflik antara para pihak dan memulihkan perdamaian di masyarakat.

"Kerangka pendekatan restorative justice melibatkan pelaku, korban, dan masyarakat dalam upaya untuk menciptakan keseimbangan, antara pelaku dan korban," katanya.

Dosen Pascasarjana Hukum Universitas Krisna Dwipayana, Firman Wijaya, menambahkan, RUU Kejaksaan perlu didesain memilki strategi upaya progresif pengembalian kerugaian negara melalui intrumen restorative justice.

"Penegakan hukum saat ini terlalu berorientasi pada track penghukuman pelaku dan kurang berorientasi kepada pemulihan kerugian Negara," ujarnya.

2174