Bantul, Gatra.com - Kepala Stasiun Klimantologi, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daerah Istimewa Yogyakarta, Reni Kraningtyas, memperkirakan Bantul menjadi daerah terparah yang terdampak fenomena La Nina dalam enam bulan mendatang.
"Ada potensi terjadinya badai tropis di perairan selatan Jawa, tapi kita harapkan badai tersebut tidak dekat dengan pesisir sehingga tidak mengakibatkan dampak curah hujan yang signifikan," kata Reni usai bertemu dengan Penjabat Sementara Bupati Bantul, Rabu (21/10).
Badai tropis itu dinilai berpotensi membuat curah hujan tinggi di bawah minus 1. Saat ini sudah kerap turun hujan, namun masih dalam kategori sedang atau moderat di kisaran angka 0,5.
Dengan kehadiran La Nina tahun ini, BMKG memperkirakan curah hujan menjadi cukup tinggi. Curah hujan di Bantul pun diprediksi meningkat 20-40 persen dari sebelumnya.
"Kemarin curah hujan sempat menyentuh angka 200 milimeter tercurah dalam satu hari. Ini sudah termasuk ekstrem," lanjut Reni.
Intensitas hujan diperkirakan terus meningkat selama enam bulan pada Oktober 2020 - Maret 2021. Potensi terjadinya bencana hidrometeorologi di Bantul pun semakin besar.
Pada 2017, badai Cempaka menghajar Bantul. Bencana hidrometeorologi ini merusak berbagai infrastrukstur dan menimbulkan kerugian miliaran rupiah.
Sebagai daerah hilir, Bantul wajib mewaspadai banjir, tanah longsor, dan pohon tumbang akibat hujan disertai angin kencang dan petir.
"Kami meminta Pemkab menyiapkan mitigasi bencana sedini mungkin, seperti menyiapkan kapasitas sungai, melakukan normalisasi sungai, dan mengedukasi masyarakat," kata Reni.
Penjabat Sementara Bupati Bantul Budi Wibowo menyatakan Pemkab Bantul telah menetapkan status siaga bencana untuk mengantisipasi bencana hidrometeorologi .
"Status siaga darurat banjir, tanah, longsor, dan angin kencang berlaku sejak 7 Oktober sampai 28 Februari 2021," kata Budi seperti tertuang dalam Surat Keputusan Siaga Darurat Bencana Nomor 480 Tahun 2020.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Bantul, Dwi Daryanto, menyatakan BPBD sudah berkoordinasi dengan pemerintah desa dan organisasi perangkat daerah.
"Kami membentuk 20 pos pantau di lokasi yang paling rawan bencana banjir, longsor, dan angin kencang di sejumlah kecamatan seperti Piyungan, Dlingo, Pleret, Pundong, Imogiri, dan Kasihan," tuturnya.
Tiap pos pantau ini diminta menyiapkan tempat pengungsian sementara jika terjadi bencana. Pihaknya tidak ingin pengalaman 2017 lalu terulang. Saat itu, pengungsian baru dibuat ketika terjadi bencana.