Mataram, Gatra.com - Musim hujan di Nusa Tenggara Barat (NTB) sudah mulai turun. Kerap kali pergantian iklim dari musim panas ke musim hujan selalu diiringi dengan munculnya kasus demam berdarah dengue (DBD). Saat pandemik Covid-19 belum menunjukkan kapan berakhirnya, justru kasus DBD menjadi masalah kesehatan yang tak bisa dianggap remeh begitu saja.
Kepala Dinas Kesehatan NTB Hj Nurhandini Eka Dewi menyebut kasus DBD hingga akhir demam berdarah dengue (DBD) yang sampai dengan akhir September sebanyak 4.319 kasus. Angka ini bisa disebut tinggi, namun angka kematian akibat itu (DBD, red) cukup kecil hanya 13 kasus.
Eka menyatakan, untuk 13 pasien yang meninggal karena DBD terbanyak berasal dari Kabupaten Lombok Barat, disusul Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Timur. Penularan DBD penularan tercepat di permukiman padat penduduk.
‘’Kota Mataram itu penduduknya cukup padat. Di Lombok Barat kepadatan penduduk ada di permukiman tertentu. Perlu juga diketahui kasus DBD rentan terjadi di wilayah yang banyak warganya terkena covid-19,” kata Eka di Mataram, Selasa (20/10).
Dikatakan, melihat 13 angka kematian di NTB masih terbilang rendah. Namun masyarakat harus tetap waspada dengan peyakit ini. Musim hujan saat ini potensi DBD meningkat. Karena itu perlu diwaspadai genangan air yang dapat menjadi lokasi jentik-jentik nyamuk berkembang.
Menurut Eka, guna mencegah DBD, penerapan 3M Plus harus menjadi perhatian masyarakat agar terhindar dari serangan DBD. 3 MPlus merupakan aksi masyarakat berupa menguras, menutup tempat penampungan air dan mendaur ulang barang bekas yang berpotensi menjadi tempat nyamuk berkembang biak.
“Lalu ada Plus yakni tindakan tambahan pencegahan jentik nyamuk berkembang dengan menaburkan bubuk larvasida, menggunakan obat anti-nyamuk dan lain-lain. Termasuk mengatur cahaya dan ventilasi rumah serta tidak menggantung baju yang bisa menjadi tempat nyamuk bersarang,” ujar Eka.
Eka nenambahkan, angka peningkatan kasus DBD tidak terlalu fluktuatif. Dari Agustus hingga September penambahan kasus DBD sekitar 300 pasien. Eka menyebut, angka kasus DBD sebanyak 300 untuk satu provinsi itu tidak banyak, masih sama jumlahnya setiap bulan.