Pekanbaru, Gatra.com - Bulan ini menjadi bulan yang paling istimewa bagi Purwanto dan 190 pekebun swadaya lainnya di Rokan Hilir (Rohil), Provinsi Riau.
Soalnya dua pekan terakhir, Auditor Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) dari PT Mutu Agung Lestari (MAL), mencekoki mereka banyak hal baru terkait kelapa sawit.
Mulai dari gimana memanajemeni organisasi semacam koperasi, hingga teknis perawatan tanaman kelapa sawit.
"Dulu enggak terpikir oleh kami kalau semua dokumen musti pakai nomor. Sebab yang kami tahu, cuma nomor surat masuk dan surat keluar yang ada. Rupanya Standar Operasional Prosedur (SOP) juga musti kayak begitu," Ketua Koperasi Himpunan Kerukunan Petani Perkebunan (HKP2) ini ketawa saat berbincang dengan Gatra.com melalui sambungan telepon, tadi siang.
Lantas di lapangan kata ayah 5 anak ini, juga banyak ilmu yang dapat. "Misalnya soal teknik pemupukan. Per pohonnya ditabur berapa kilogram, berapa pohon yang sudah diaplikasikan, berapa yang belum, laporan hariannya musti ada. Untunglah selama ini kita didampingi Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo), kalau enggak, gelagapan banget lah," katanya.
Satu lagi yang paling penting kata lelaki 53 tahun ini, Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) ternyata musti dilaporkan berkala, bisa 3 bulan sekali, atau 6 bulan sekali.
"Selama ini yang kita tau, mendaftar, ya sudah. Jadi dari semua itu, alhamdulillah, Insya Allah ke depan, administrasi kami akan jauh lebih baik lah," dia optimis.
Adalah Koperasi Subur Makmur di Kecamatan Bagan Sinembah dan Koperasi HKP2 yang lahannya tersebar di 4 desa dalam wilayah tiga kecamatan di Rohil.
Tadinya, dua koperasi ini adalah plasmanya PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V Riau. Tapi belakangan mereka memilih mandiri lantaran bekas bapak angkatnya sudah ogah mengurusi mereka.
"PTPN V enggak ada mengarahkan kami lagi, padahal umur sawit kami sudah 30 tahun lebih, Apkasindo lah penyelamat kami. Beberapa hal yang enggak jelas selama bermitra dengan PTPN V, termasuk soal harga, membuat kami memilih mandiri saja," ujar Purwanto.
Mei dua tahun lalu, Subur Makmur menjalani program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) seluas 266 hektar. Presiden Jokowi sendiri yang datang melakukan penanaman perdana di sana.
Setahun kemudian, giliran HKP2 yang menjalani PSR seluas 221,93 hektar. Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) yang juga Ketua Dewan Pembina Apkasindo, Jenderal (Purn) DR Moeldoko yang kemudian melakukan penanaman perdana.
"Bagi kami, ini luar biasa lantaran sawit kami ditanam perdana oleh orang yang paling berpengaruh di negeri ini. Kami berterimakasih kepada Apkasindo yang selalu mendampingi kami, yang mendampingi kami pun yang sudah bersertifikat Auditor ISPO pula," katanya.
Duit untuk PSR tadi, digelontorkan oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) lewat dana hibah PSR, Rp25 juta per hektar.
Lantaran tanaman sudah mulai berbuah, dua koperasi ini kemudian ikut sertifikasi ISPO. PT Mutu Agung Lestari yang melakukan audit lantaran sejak awal tahun ini, perusahaan audit internasional ini sudah menjalin kerjasama (MoU) dengan DPP Apkasindo.
Ketua Tim Auditor PT MAL untuk wilayah Riau, Rinaldi mengaku sangat tertolong oleh keberadaan Apkasindo yang selama ini mendampingi petani-petani di dua koperasi tadi.
"Semua dokumen yang kami butuhkan, ada dan lengkap. Mulai dari surat hak atas tanah, Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) hingga SPPL, lengkap," cerita lelaki 31 tahun ini kepada Gatra.com tadi pagi.
Pengelolaan lingkungannya pun kata Rinaldi, bagus. Limbah bekas karung pupuk, bekas herbisida, termanfaatkan semua.
Lalu kegiatan operasional juga bagus. "Kami menengok ada kerjasama yang baik di sana. Jadi sangat bisalah disetarakan dengan kualitas yang dihasilkan perusahaan, sesuailah dengan slogan salam setaranya Apkasindo," ujarnya.
Yang paling membikin ayah satu anak ini senang, proses replanting yang dilakukan dua koperasi itu sesuai prosedur, "Luar biasa, melampaui apa yang saya bayangkan," tambahnya.
Memang kata Rinaldi, mula-mula petani ini sempat bingung dengan poin-poin yang diminta untuk prosedur ISPO itu.
"Kita minta dokumen replanting, yang dikasi foto. Padahal sebenarnya sama mereka sudah ada semua, tapi lantaran enggak paham, jadinya kayak begitu. Untunglah setelah diarahkan oleh Apkasindo, semua yang kami minta sebagai kelengkapan audit ISPO, ada dan lengkap, bahkan melampaui standar perusahaan, sangat rapi," katanya.
Alhasil, Rinaldi bilang begini; kalau di perusahaan ada yang namanya Sustainability Departement (SD), di petani, Apkasindo lah yang berperan jadi SD itu.
Terlepas dari apa yang dikatakan Rinaldi tadi, bagi Purwanto, sertifikasi ISPO ini adalah babak baru bagi mereka.
"Harapan saya kepada teman-teman, 'yuk kita jaga keseimbangan ekonomi, lingkungan dan sosial. Pertahankan unsur hara dengan tidak membakar, kompak semua, jangan jual sendiri-sendiri. Mudah-mudahan, setelah sertifikat ISPO keluar, kami akan mengurus Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) juga," katanya.
Purwanto semangat dengan semua sertifikat ini lantaran dia dan semua petani di sana berharap, kelak harga TBS mereka sepadan dengan sertifikat yang sudah mereka punya.
"Kalau sama saja harga TBS nya dengan yang enggak punya sertifikat, ya ngapain capek-capek ngurusin ISPO ini? Kami kembalikan saja lah nanti sertifikat ISPO itu ke Menko Ekonomi, Airlangga," katanya.
Bagi Sekretaris Jenderal (Sekjen) Apkasindo, Rino Afrino, sertifikasi ISPO tadi adalah jawaban estafet dari PSR yang sudah berjalan.
"Persoalan yang kemudian muncul adalah, seberapa banyak petani yang akan bisa ISPO jika kita hanya berharap ke peserta PSR. Sebab itu tadi, kalau target PSR hingga 2023 hanya 500 ribu hektar, berarti angka itu baru setara 7,4% dari sekitar 7 juta hektar kebun petani kelapa sawit. Sementara ISPO itu tidak hanya ditujukan ke petani PSR, tapi wajib bagi semua petani, setelah 52 bulan ke depan" katanya.
Abdul Aziz