Home Kesehatan YLKI: 65% Lebih Ibu-Ibu Masih jadikan SKM Penerus ASI

YLKI: 65% Lebih Ibu-Ibu Masih jadikan SKM Penerus ASI

Jakarta, Gatra.com - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menyebut lebih dari 65% ibu-ibu rumah tangga di salah satu wilayah di Kota Depok, Jawa Barat (Jabar), memberikan Susu Kental Manis (SKM) kepada anaknya ketika lepas dari Air Susu Ibu (ASI), atau sebagai penerus ASI.

Peneliti dari YLKI, Natalya Kurniawati, dalam webinar "Diskusi Terbatas 2 Tahun Per BPOM No 31 Tahun 2018: Pemerintah Setengah Hati Mengurusi Susu Kental Manis" yang diselenggarakan KOPMAS, akhir pekan ini, menyampaikan, ini sangat miris.

Ia menyampaikan, ada beberapa faktor yang membuat ini terjadi, di antaranya karena penyebaran informasi yang salah dan telah mengakar di masyarakat dari generasi ke generasi bahwa SKM adalah susu yang bisa digunakan sebagai gizi utama untuk anak-anak. Informasi ini melalui berbagai saluran, khususnya iklan yang sudah berlangsung cukup lama.

"Saya sampai kasih hastag ke konsumen #simanisyangbikinmiris untuk mengubah pola pikir masyarakat yang masih menganggap SKM itu adalah susu," ujar Natalya.

Menurutnya, mengubah pola pikir atau pemahaman masyarakat yang keliru akibat informasi yang salah ini maka konsumen harus bisa menjadi orang yang memberitahukan letak kesalahan dari SKM. Pelaku usaha juga jangan hanya mencari untung dari promosi-promosi yang djalankan, tapi harus mau memberikan value kepada konsumen.

"Jadi harus ada gebrakan yang dilakukan baik dari konsumennya maupun produsennya, yang tentunya juga harus didukung dari pemerintah juga," katanya.

Dia menuturkan bahwa Indeks Keberdayaan Konsumen di Indonesia itu masih rendah atau masih di angka 42. "Meski kategorinya sudah menunjukkan kesadaran masyarakatnya untuk mengetahui hak dan kewajibannya sudah ada, tapi kesadaran untuk bertindaknya belum ada," ujarnya.

Kembali soal temuan komunitas sahabat YLKI, Natalya, menyampaikan, di salah satu Posyandu di daerah Depok yang bisa dikatakan satu wilayah termiskin di Kota Depok, soal 65% lebih menjadikan SKM sebagai penerus ASI, ketika ditanya alasannya, jawaban mereka karena tidak sanggup kalau harus beralih ke susu yang lain.

"Ini baru temuan-temuan kecil. Perlu dilakukan survei secara menyeluruh dengan melakukan pendekatan fundamental ke konsumen untuk menemukan apa sebenarnya masalah yang dihadapi masyarakat itu sehingga masih tetap menggunakan SKM untuk diberikan kepada anak-anak mereka," katanya.

Sebab menurutnya, yang sangat berbahaya itu adalah masyarakat menengah ke bawah yang literasinya masih sangat rendah. Natalya mengungkapkan, saat melakukan riset tentang literasi pangan pada 2018 lalu di Depok dan Solo, YLKI menemukan bahwa masyarakat di sana masih tahunya 4 sehat 5 sempurna, belum kepada pedoman gizi seimbang.

"Sebanyak 65% dari responden yang kita tanya pada saat itu dari 400 rumah tangga di dua kota ini menyatakan tidak tahu sama sekali tentang pedoman gizi seimbang. Mereka hanya tahu 4 sehat 4 sempurna, dan itu mengakar sekali di mindset mereka," ungkapnya.

Menyedihkannya lagi, kata Natalya, pada hasil riset itu juga ditemukan bahwa SKM menempati hal yang cukup krusial untuk menambah gizi di masyarakat. Di Depok sebanyak 21,2% rumah tangga yang disurvei itu menempatkan SKM sebagai tambahan gizi menu makannya.

"Dan dari 35% rumah tangga yang kita survei di Solo sebagai studi kasus ini mengatakan SKM masuk ke dalam menu makanan sehari-hari, dalam rumah tangga ini ada anak-anak usia 5-18 tahun," katanya.

Natalya melanjutkan, ini menunjukkan bahwa mindset masyarakat di kedua kota itu untuk menjadikan SKM menjadi penambah gizi keluarga masih sangat kuat. "Di sini, nama besar yang terlanjur melekat itu yang harus kita pecahkan bersama. Konsumen harus benar-benar dibangkitkan fungsi sebagai informan, kemudian menjadi penentu atau definer serta evaluator dari apa yang salah di masyarakat selama ini mengenai SKM itu," katanya.

124