Solo, Gatra.com – Dalam pembahasan rancangan undang-undang (RUU) mengenai revisi terhadap UU Kejaksaan, tidak ada penambahan kewenangan pada institusi ini. Hal ini perlu ditekankan agar nantinya tidak terjadi disinformasi masyarakat.
Hal ini disampaikan oleh Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo Pujiyono, Rabu (14/9). Menurutnya, revisi yang saat ini dilakukan pada UU nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan hanya untuk mengumpulkan kewenangan-kewenangan kejaksaan yang masih berserakan.
”Kewenangan kejaksaan saat ini banyak termuat dalam berbagai undang-undang, terutama yang terkait dengan tindak pidana khusus,” ucapnya.
Salah satu revisi yang dibahas yakni terkait kewenangan dalam melakukan penyadapan. Banyak kalangan yang menganggap penyadapan menjadi kewenangan baru yang disalahgunakan. Padahal kewenangan ini sudah lama termuat dalam undang-undang tentang ITE.
”Selain itu kewenangan kejaksaan juga masih berserakan di beberapa undang-undang lain, misalnya yang mengatur mengenai tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, tidak pidana kehutanan hingga pelanggaran HAM yang berat sekalipun,” ucapnya.
Undang-undang yang baru ini nantinya juga dinilai akan memperkuat peran jaksa dalam penyelesaian perkara hukum. Khususnya peran jaksa di dalam proses penyidikan. ”Jadi tidak hanya sekedar dominus litis atau pengendalian perkara saja, tapi juga membuat penanganan perkara menjadi jauh lebih baik,” kata guru besar termuda di UNS ini.
Namun Puji menyarankan agar pemerintah, DPR maupun kejaksaan bisa menyampaikan tentang RUU Kejaksaan ini pada masyarakat secara lebih baik. Supaya nantinya tidak terjadi kesalahpahaman di masyarakat tentang esensi terhada revisi undang-undang. ”Kalau belajar pada Omnibuslaw, selama ini RUU tersebut minim keterbukaan,” ucapnya.
Revisi ini membuka peluang untuk menciptakan lembaga kejaksaan agar lebih baik dan independen. Termasuk proses pengangkatan jaksa agung yang tidak melalui kewenangan absolut presiden, namun melibatkan lembaga legislatif.
”Seperti pengangkatan Gubernur Bank Indonesia hingga komisioner Otoritas Jasa Keuangan yang selama ini independen dan tidak mendapat intervensi dari eksekutif. Saya yakin dengan sistem seperti ini bisa membawa angin segar dalam penegakan hukum di Indonesia,” ucapnya.