Bantul, Gatra.com - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kanwil Kemenkuham) Daerah Istimewa Yogyakarta mendorong keterlibatan kelompok masyarakat (pokmas) dalam proses reintregrasi narapidana. Pokmas dinilai mampu mengubah cara pandang masyarakat terhadap napi.
Untuk itu, Kemenkumham DIY menggandeng pokmas untuk melatih para napi, seperti Kelompok Wanita Tani Sukamaju di Dusun Palihan, Desa Sidomulyo, Kecamatan Bambanglipuro, Bantul, DIY.
Kepala Divisi Permasyarakatan Kanwil Kemenkumham DIY I Gusti Ayu Suwardani menjelaskan keterlibatan pokmas ini sudah berjalan setahun terakhir. Sebanyak 30 napi yang telah menjalani dua pertiga masa hukuman mendapat pelatihan pertanian dan pembuatan keripik pisang.
"Program ini memang tidak terlalu terlihat, namun berkontribusi besar. Keterlibatan pokmas memberi jalan awal bagi proses asimilasi dan reintegrasi para napi ke masyarakat," kata Ayu saat berkunjung ke Bantul, Rabu (14/10).
Dukungan masyarakat ini berkontribusi menghilangkan stigma negatif atas napi. Ayu mengatakan, pelatihan ini akan menjadi bekal bagi mantan napi untuk tidak melakukan tindak pidana lagi dan bisa keluar dari masalah ekonomi.
"Kami beruntung. Atas didikan Bu Tasminah, sebanyak 11 napi sudah berhasil mandiri dalam usahanya meski berskala kecil. Kami juga mendorong pokmas lain untuk terlibat bersama dalam program ini," kata Ayu.
Direktur Hukum dan Regulasi Kementerian PPN/ Bappenas Prahesti Pandawangi mengapresiasi program ini dan mendorong menjadi percontohan nasional.
"Harapannya, program ini tidak sekadar menyasar narapidana yang akan bebas, namun juga membantu pengurangan narapidana terutama yang terlibat hukuman ringan dan tidak mesti masuk penjara," katanya.
Menurut Hesti, kehadiran pokmas menjadi sumbangsih masyarakat untuk menumbuhkan kepercayaan diri mantan narapidana kembali ke masyarakat. Selain itu, keterlibatan pokmas ini sangat penting karena program ini akan mengurangi tingkat kejahatan.
"Kami berharap, jika program ini tergarap nasional, kemungkinan akan terjadi penurunan tingkat hunian di lapas. Meski tidak terlalu banyak, kiranya akan cukup signifikan," ujarnya. Apalagi, dengan kapasitas 130 ribu orang, lapas se-Indonesia dihuni sampai 230 ribu orang.
Darnsuwanto, salah satu peserta pelatihan, mengakui program ini memberi sudut pandang berbeda. Mengikuti pelatihan pertanian, ia kini menanam pepaya california dan membutuhkan modal untuk perluasan lahan.
Pendamping program ini, Suryanto, menjelaskan setiap peserta wajib mengikuti lima kali pelatihan teori di lapas. "Untuk praktik, mereka diminta mengikuti tujuh kali pertemuan. Setiap tahapan kami evaluasi untuk melihat hasil dan kesiapan mereka bergaul ke masyarakat," katanya.