Home Hukum Asing Bebas Cari Ikan di ZEE, Nelayan Lokal Terjepit

Asing Bebas Cari Ikan di ZEE, Nelayan Lokal Terjepit

Labuhanbatu, Gatra.com - Pengesahan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja (UU Cilaka) berbuntut panjang. Direktur Eksecutif Yayasan Time Sumatera Indonesia, Budi Awaluddin mengatakan bahwa UU Cilaka akan merugikan nelayan, Selasa (13/10).

Menurut Budi Aw panggilan akrabnya, mengutip statemen tertulis atau siaran pers koalisi NGO untuk perikanan dan kelautan berkelanjutan, terdapat beberapa pasal yang nantinya akan sangat merugikan dan menghimpit gerak masyarakat nelayan kecil.

Misalnya saja, dalam UU Ciptaker, mempertahankan ketentuan yang memperbolehkan penangkapan ikan oleh kapal asing di ZEE Indonesia, sehingga akses penangkapan semakin luas dan memungkinkan dilakukan dengan leluasa.

Selain itu, menghapuskan kewajiban penggunaan awak kapal berkewarganegaraan Indonesia sebesar 70 persen di satu kapal ikan berbendera asing yang beroperasi di Indonesia.

Dilanjutkan direktur yayasan bergerak di bidang lingkungan, sosial, intervensi dan informasi serta lainnya itu, keluarnya UU tersebut berdampak kepada nelayan dan akan membawa Indonesia kembali ke kondisi terdahulu. Dimana eksploitasi sumber daya perikanan didominasi oleh korporasi besar bermodal asing.

"Dikhawatirkan tingkat kepatuhan pelaku usaha sangat rendah, pengawasan kepatuhan sulit dilakukan, ditemukan berbagai modus ilegal fishing, pendapatan negara rendah karena under-reported dan praktik alih muat hasil tangkapan secara ilegal, serta tindak pidana lainnya marak terjadi," terang Budi.

Dampak lainnya, banyak nelayan-nelayan kecil yang terdesak oleh kapal-kapal ikan asing sehingga mereka kehilangan akses melaut. Padahal, nelayan Indonesia seharusnya menjadi prioritas mendapatkan manfaat dari sumber daya perikanan di ZEE Indonesia sesuai dengan amanat pasal 33 (3) UUD 1945.

Selain sepakat dengan koalisi NGO itu, Budi Aw juga mendukung Koalisi Masyarakat Sipil untuk Perikanan dan Kelautan Berkelanjutan (KORAL) yang tegas menolak RUU Ciptaker, karena dinilai tidak sesuai dengan prinsip pembentukan peraturan yang substansinya dapat mengancam keberlanjutan sumber daya kelautan.

Lebih jauh diutarakannya, padahal di negara demokrasi, partisipasi publik sangat penting untuk menjamin undang-undang disusun demi kepentingan rakyat, bukan kelompok tertentu. Hak masyarakat untuk dilibatkan dan mendapatkan informasi mengenai kebijakan publik.

"Akan tetapi, pembentukan UU Ciptaker terkesan secara tergesa dengan partisipasi publik yang minimal, baik di tahap penyusunan maupun pembahasan. Disinilah mengapa UU itu menimbulkan kekisruhan dimana-mana," papar Budi Aw lagi.

408