Surabaya, Gatra.com - Sejak Agustus lalu, Pemerintah Provinsi Jawa Timur kembali menginisiasi kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka. KBM tatap muka kali ini menitikberatkan pada SMK.
Tapi, KBM tatap muka tersebut sifatnya masih simulasi dan hanya dilakukan di sebagian atau 25 persen dari jumlah total SMK se-Jawa Timur sebanyak 2000-an lebih. Yang belum, adalah SMK di Surabaya.
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Timur Wahid Wahyudi mengatakan, KBM tatap muka akan memprioritaskan mata pelajaran praktek atau terapan. Karenanya, semua guru dan siswa wajib menerapkan protokol kesehatan.
"Sepanjang menerapkan protokol kesehatan, kami lakukan uji coba (KBM tatap muka). Khususnya SMK. Karena SMK itu, butuh praktek. Jadi, walaupun zona kuning pun, silahkan praktek," kata Wahid di Gedung Negara Grahadi, Selasa (13/10).
Selain wajib menerapkan protokol kesehatan, jumlah para siswa dan guru yang mengikuti pelajaran praktek, juga dibatasi. Wahud menginstruksikan, maksimal hanya 10 orang yang mengikuti pelajaran praktek.
Sementara, untuk materi pelajaran yang bersifat teori, ia tetap menganjurkan untuk disampaikan melalui daring. Meski, porsi materi berupa teori di SMK tidak terlalu banyak. Hanya sekitar 20 persen dari toral keseluruhan materi mata pelajaran.
"Masalah praktek, dipersilahkan dengan perlakuan protokol kesehatan yang ketat. (Dianjurkan jumlah siswa dan gurunya) tidak banyak. Hanya lima atau sepuluh orang saja," kata Wahid.
Menurutnya, hasil evaluasi pembelajaran jarak jauh (PJJ) pada jenjang pendidikan SMA dan SMK sejak Agustus lalu menurun drastis. Banyak kendala yang menyebabkan penurunan kualitas KBM secara daring.
Kendala pertama, adalah soal keterbatasan akses dan peralatan siswa saat menjalani PJJ di rumah. Tidak semua siswa memiliki android dan koneksi internet yang mumpuni.
Kendala itupun berimbas pada daya atau kemampuan siswa memahami materi pelajaran yang diberikan para guru. Wahid mengklaim bahwa penurunan tersebut terlihat pada hasil evaluasi PJJ selama 7 bulan terakhir.
"Pembelajaran jarak jauh selama ini belum optimal. Sehingga mutu pendidikan selama tujuh bulan pembelajaran jarak jauh ini merosot tajam," katanya.
Untuk itu, dirinya berharap ada revisi dari surat edaran dari pemerintah pusat terkait penyesuaian KBM. Yakni, membolehkan pembelajaran tatap muka bagi wilayah yang sudah tidak berada pada kategori zona merah Covid-19.