Home Internasional Trump Tolak Debat Virtual

Trump Tolak Debat Virtual

Komisi Debat Presiden memutuskan membatalkan pelaksanaan debat presiden kedua, karena Donald Trump menolak pelaksanaan secara virtual. Survei menunjukkan, Biden telah menang suara mayoritas pada electoral vote. 


Debat presiden kedua antara Donald Trump dan Joe Biden resmi dibatalkan. Komisi Debat Presiden (Commission on Presidential Debates/CPD) mengumumkan keputusan itu pada Jumat, 9 Oktober lalu. Langkah itu diambil akibat ketidaksepakatan antara kedua kandidat mengenai format debat.

Semula, CPD berencana melakukan debat secara virtual dan kedua capres berada di dua lokasi terpisah. Terlebih, sepekan sebelumnya Trump didiagnosis positif Covid-19. Namun, Trump menolak mentah-mentah pelaksanaan debat virtual dan menyatakan tak akan berpartisipasi jika tidak ada debat tatap muka langsung.

"Debat virtual itu buang-buang waktu saja," ujar Trump kepada media pro-Republik, Fox News. Di sisi lain, Biden ogah bertemu secara fisik dengan Trump di panggung debat atas alasan keamanan kesehatan.

Al Jazeera melaporkan, tim kampanye Trump meminta debat 15 Oktober yang seyogianya berlangsung di Miami, Florida itu tetap dilaksanakan, tetapi tidak secara virtual. "Presiden akan sehat dan siap berdebat," ucap juru bicara kampanye Trump, Tim Murtaugh. Alasan lain, dokter Gedung Putih yang juga dokter pribadi Trump, Dr. Sean Conley, memberi Trump izin untuk bepergian.

Setelah beradu mulut sengit dengan perwakilan kedua belah pihak selama 48 jam, CPD akhirnya memutuskan tidak akan mengubah keputusan pembatalan ini. Mereka mengacu pada ancaman kesehatan kala pandemi.

Pembatalan diputuskan tak lama setelah Trump mengumumkan pelaksanaan acara tatap muka pertamanya sejak diagnosis Covid-19. "Saya merasa sangat baik-baik saja," ucapnya ketika berpidato di Gedung Putih, Sabtu, 10 Oktober 2020.

Kemudian, pada Senin, 12 Oktober 2020, Trump memutuskan akan melakukan kampanye tatap muka di Florida. Peserta kampanye di Sanford, Florida, akan diminta untuk menandatangani surat pernyataan yang mengakui risiko Covid-19 dan melepaskan hak mereka untuk menuntut Trump atau manajemen lokasi kampanye jika mereka tertular virus.

Pakar medis telah menyuarakan keprihatinan mereka, sebab Gedung Putih menolak menunjukkan hasil rontgen paru-paru Trump. Publik tidak memiliki gambaran utuh tentang apakah presiden telah pulih sepenuhnya dari virus. Trump juga menghindari menjawab pertanyaan apakah ia mendapat hasil negatif untuk virus tersebut.

"Sekarang jelas tidak akan ada debat pada 15 Oktober. CPD akan mengalihkan perhatiannya ke persiapan untuk debat ketiga dan terakhir presiden yang dijadwalkan pada 22 Oktober di Nashville, Tennessee," kata CPD dalam sebuah pernyataan, dilansir Guardian.

Kepala CPD, Frank Fahrenkopf, mengatakan kepada CNN bahwa desakan tim kampanye Trump untuk mengadakan debat langsung meski Trump telah mundur dari pelaksanaan debat, tidak banyak mengubah keyakinan CPD bahwa debat itu harus virtual. CPD menegaskan, keputusan ini tidak melibatkan kepentingan Demokrat.  

Tim kampanye Trump memang melempar usulan lain, yaitu perubahan jadwal debat kedua dan ketiga, yakni pada 22 dan 29 Oktober. Mereka menuding pembatalan jadwal debat 15 Oktober itu disebabkan CDP bias dan cenderung menyokong kelompok Demokrat. "Sudah waktunya bagi komisi yang bias untuk berhenti melindungi Biden dan mencegah pemilih mendengar dari dua kandidat presiden. Keduanya bisa berdebat bersama tanpa perlu direcoki tuan-tuan mahahebat di CDP. Kami akan senang sekali jika ada debat satu lawan satu tanpa intervensi komisi," tutur Murtaugh.

Usulan ini ditentang oleh tim kampanye Biden. "Donald Trump tidak punya wewenang membuat jadwal debat. Itu hak CDP," ucap Juru Bicara Tim Kampanye, Kate Bedingfield.

***

Pembatalan debat ini dinilai sejumlah pihak merupakan kerugian politik bagi Trump. Terlebih sang petahana kalah suara dalam semua jajak pendapat nasional. Di sejumlah negara bagian yang tidak punya kecenderungan dukungan politik baik ke Demokrat maupun Republik alias swing states, suara dukungan untuk Trump pun jumlahnya sebanding, bahkan lebih sedikit dibanding Biden. 

Riset Financial Times menunjukkan, electoral vote untuk Biden sudah mencapai 279. Padahal, hanya butuh 270 suara untuk menang sebagai presiden. Bandingkan dengan electoral vote Trump yang sebanyak 125. Di sisi lain, ada 134 suara dari swing states yang belum bisa ditebak hasilnya.

CDP menetapkan, metode untuk debat presiden kedua adalah town-hall. Sejumlah pemilih dari area Miami (sebagai lokasi debat) akan dipilih untuk mengajukan pertanyaan langsung kepada capres. Pemilihan penanya itu disupervisi oleh Dr. Frank Newport yang merupakan pejabat pada firma konsultan ternama, Gallup.

Meski debat resmi dibatalkan, Biden dan timnya menyiapkan sesi town-hall mereka sendiri di Kantor Media ABC, di Studio Philadelphia. Seorang sumber mengatakan kepada CNN, tim Trump juga konon berencana membuat pertemuan town-hall di studio milik NBC. Namun detail terkait hal ini masih belum jelas.

Tak ada debat, artinya tak ada platform pendukung kemenangan di pemilihan presiden pada Selasa, 3 November mendatang. Debat pertama yang berlangsung di Cleveland, Ohio, pada Selasa, 29 September malam atau Rabu, 30 September pagi WIB, ditonton oleh lebih dari 73 juta orang. 

Jumlah penduduk AS sekitar 331 juta orang, dengan jumlah pemilih yang memenuhi syarat mencapai rata-rata 235 juta. Data yang dikumpulkan Universitas Santa Barbara di California menunjukkan, rata-rata tingkat partisipasi pilpres adalah 55%. 

Rendahnya partisipasi ini, terutama mengacu pada fakta bahwa presiden dan wakil presiden terpilih bukanlah hasil akhir pemilu November, melainkan keputusan electoral vote yang berlangsung pada Desember. Kandidat butuh minimal 270 electoral vote untuk resmi terpilih jadi presiden. Bila tidak ada suara mayoritas, maka hasil akhir untuk capres ditentukan DPR, sedangkan cawapres dipilih oleh Senat.

Data Komisi Asistensi Pemilu (Election Assistance Commission/EAC) per Jumat, 9 Oktober 2020 menunjukkan, setidaknya ada 7,1 juta orang telah mengirim surat suara mereka via Kantor Pos. Jumlah ini sepuluh kali lipat lebih banyak dibanding jumlah pemilih awal pada pilpres 2016, Trump melawan Hillary Clinton. Saat itu, total pemilih awal sebanyak 57,2 juta orang. Sejauh ini, pada pilpres 2020, jumlah pemilih yang sudah memesan surat suara dikirim ke alamat mereka, mencapai 50 juta orang.

Di tengah ramainya isu soal debat, Ketua DPR, Nancy Pelossi, kembali mengemukakan wacana kontroversial. Ia mengajukan proposal di parlemen untuk membuat panel yang akan menentukan apakah seorang presiden layak untuk menjabat. Panel itu akan memiliki kekuasaan untuk mengganti presiden dengan wakil presiden jika diputuskan bahwa ia tidak mampu menjabat.

Sejumlah pihak menghubungkan wacana itu dengan diagnosis positif Covid-19 Trump. "Ini bukan tentang Presiden Trump. Ia akan menghadapi penilaian para pemilih. Namun ia menunjukkan perlunya kita menciptakan preseden untuk pemimpin masa depan," ujar Pelossi.

Flora Libra Yanti