Padang, Gatra.com - Lembaga Riset dan Konsultan Spektrum Politika Institut (SPI) melakukan survei persepsi masyarakat Sumatra Barat (Sumbar) terhadap PDI Perjuangan. Hasilnya, ada tujuh penyebab PDI Perjuangan tidak laku di Ranah Minangkabau.
Direktur SPI, Andri Rusta menyebutkan, survei ini dilakukan pada 10-15 September 2020, untuk mengetahui rendahnya eksistensi PDI Perjuangan di Sumbar. Bahkan, sejak era reformasi partai moncong putih itu tidak pernah masuk empat besar peraih suara terbanyak di Ranah Minangkabau.
Bukan hanya calon legislatif yang tumbang, bahkan suara calon presiden dan wakil presiden usungan PDI Perjuangan juga jeblok di ranah Ranah Minang. Rendahnya suara PDI Perjuangan di Sumbar itu, menjadi pertanyaan besar bagi petinggi-petinggi partai pimpinan Megawati Soekarnoputri tersebut.
"Kita lakukan survei pasca pemilu 2019, agar masyarakar juga bisa memahami dinamika politik yang berlangsung di sekitar mereka," kata Andri kepada Gatra.com secara tertulis di Padang, Senin (12/10).
Berdasarkan survei SPI, kata akademisi FISIP Universitas Andalas (Unand) itu, setidaknya ada tujuh faktor rendahnya eksistensi PDI Perjuangan di Sumbar. Survei dengan melibatkan 1.220 responden yang tersebar di 19 kabupaten dan kota, dengan margin of error 2,9 persen serta quality control 60 persen dari total sampel.
Pertama, lemahnya komunikasi politik elit PDI Perjuangan. Terbukti 62,3 persen masyarakat Sumbar merasakan tidak adanya tokoh PDI-P yang mau mendekatkan diri atau mendatangi, walau hanya untuk sekadar bertegur sapa atau berdiskusi. Padahal komunikasi elit politik dan massa penting dalam membangun kepercayaan masyarakat Sumbar.
Kedua, lemahnya figur di PDI Perjuangan. Tidak adanya tokoh lokal atau daerah yang dikenal masyarakat, sehingga berdampak pada kepercayaan politik terhadap PDI Perjuangan. Terbukti 62 persen masyarakat Sumbar tidak pernah tahu dan tidak mengenal tokoh politik PDI Perjuangan tersebut.
Ketiga, aktifitas politik PDI Perjuangan tak sesuai dengan keyakinan masyarakat Sumbar. Berdasarkan survei, sebanyak 60,3 persen masyarakat Sumbar menilai yang dilakukan PDI Perjuangan selama ini. Manifesto politik partai moncong putih bertolak belakang dengan keyakinan masyarakat Ranah Minang.
Keempat, dinilai arogansi elit PDI Perjuangan tingkat pusat. Masyarakat Sumbar menilai sikap arogansi dan overacting yang sering dipertontonkan elit politik PDI Perjuangan tingkat pusat. Akibatnya, memengaruhi 58,1 persen persepsi atau cara pandang masyarakat Sumbar terhadap politik PDI Perjuangan tersebut.
Kelima, dominasi elit PDI Perjuangan. Sebanyak 55,9 persen masyarakat Sumbar tidak simpati, karena pengaruh PDI Perjuangan terlalu dominan dalam pemerintahan Jokowi. Hal ini terlihat adanya korelasi yang positif jawaban masyarakat dengan kekalahan telak Jokowi di Sumbar pada Pemilu 2019.
Keenam, gagasan, sikap dan perilaku elit PDI Perjuangan tingkat bermasalah. Terbukti 48 persen masyarakat Sumbar tidak menyukai gagasan, sikap, dan perilaku elit PDI Perjuangan tingkat pusat yang ditunjukan ke publik. Baik pemberitaan di media cetak, elektronik, dan media online tidak sesuai keinginan masyarakat Sumbar.
Ketujuh, menghargai pluralisme tapi mengabaikan Islam. PDI Perjuangan dikenal partai yang mengusung jargon nasionalisme dalam keberagaman (pluralism). Namun 44,1 persen masyarakat Sumbar memunculkan persepsi PDI Perjuangan mengabaikan Islam selaku keyakinan mayoritas masyarakar Sumbar.
Peneliti Muda SPI, Rezki Adminanda menambahkan, tujuh penyebab itu hasil survei secara acak kepada masyarakat pemilih terdaftar dalam DPT Pemilu 2019 lalu. Kendati begitu, capaian PDI Perjuangan di Sumbar pada Pemilu 2019 tidak terlalu buruk, sebab bisa memenangkan posisi Ketua DPRD di Dharmasraya dan Mentawai.
"Memang untuk kursi DPR RI pada Pemilu 2014 ada dua kader PDI Perjuangan dari Sumbar terpilih ke senayan, tapi pada Pemilu 2019 nihil," ujarnya.