Medan, Gatra.com- Aksi demo menolak uncang-undang cipta kerja di depan kantor Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) diwarnai aksi bakar ban. Para demonstran mendesak pemerintah mencabut Undang-undang Cipta Lapangan Kerja (Cilaka) yang ditengarai sebagai jembatan perbudakan di Indonesia.
Aksi di kantor Gubsu dilakukan sejumlah elemen mahasiswa. Aksi pertama dilakukan oleg Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). Massa dari GMKI menilai bahwa Undang-undang Cipta Kerja merugikan pekerja hingga petani. Pihak GMKI yang hadir di Jalan Diponegoro, Medan, sekitar pukul 11.45 WIB, Jumat (9/10) berorasi meminta pemerintah menghapuskan undang-undang tersebut.
Massa datang dengan membawa berbagai spanduk yang berisikan tulisan penolakan terhadap undang-undang cipta kerja. Aksi yang berlangsung sekitar dua jam tersebut menyebabkan jalan ditutup dan arus lalu lintas dari Jalan Sudirman menuju Lapangan Benteng dialihkan ke Jalan RA Kartini.
"Massa GMKI menyampaikan aspirasi untuk meminta Gubernur dan Pemerintah Sumut mendengarkan keluhan tentang omnibus law. Kami menilai banyak pekerja dan petani Sumut yang terdampak dari kebijakan omnibus law ini," kata Korwil GMKI Sumut Gito M Pardede saat berorasi.
Selanjutnya sekitar pukul 13:30 menit, Kantor Gubsu kembali didatangi pendemo yakni dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Medan. HMI menggelar unjuk rasa menolak undang-undang cipta kerja dengan membawa keranda dan satu boneka pocong buatan. Keranda dan pocong tersebut mereka letakkan di atas kawat berduri yang dipasang di gerbang utama kantor Gubsu.
Kemudian satu per satu dari massa aksi mulai melakukan orasi menentang pengesahan Undang-undang Cipta Kerja. Mereka menilai bahwa UU tersebut sangat menyengsarakan rakyat baik buruh maupun mahasiswa. "Kita turun ke jalan karena kita sudah sangat pesimis pada pihak DPR RI sampai detik ini tidak ada sikap tegas dari DPR RI bahkan beralibi bahwa itu kebijakan itu sudah tepat," kata Ketua HMI Cabang Medan, Akbar Maulana Siregar kepada wartawan.
Selain berorasi, mereka juga membakar keranda dan ban bekas di depan kantor Gubsu. Serta meminta Gubernur Sumut, Edy Rahmayadi untuk menyampaikan aspirasi mereka kepada pemerintah pusat.
"Kami kesini mengadu kepada ayah kami, ayah Sumut yaitu ayah Edy Rahmayadi kami minta sama beliau agar bersama kami agar menyuarakan ini, memberikan kritik kepada pemerintah pusat dan menyampaikan aspirasi kami kepada pemerintah pusat," jelasnya.