Padang, Gatra.com - Ribuan massa kembali melanjutkan aksi unjuk rasa penolakan Omnibus Law dan Undang-Undang Cipta Kerja di Gedung DPRD Sumatera Barat (Sumbar), Kamis (8/10). Aksi massa berakhir ricuh dengan pihak kepolisian.
Kericuhan itu terjadi karena massa aksi tidak terima enam rekannya yang diduga penyusup ditangkap oleh pihak kepolisian. Akibatnya, bentrokan massa dengan petugas tidak terelakkan. Massa melakukan perlawanan melempari petugas dengan batu, kayu, botol, dan benda keras lainnya.
"Hati-hati, mereka itu bukan bagian dari peserta aksi, melainkan provokator aksi. Jangan terpancing oleh provokator yang mengundang keributan," kata Kapolresta Padang, AKBP Imran Amir, di sela-sela aksi tersebut.
Sementara itu, dari pihak kepolisian juga terlihat melepaskan beberapa kali tembakan gas air mata ke kerumunan massa. Terlihat massa kerusuhan didominasi kelompok remaja yang meminta rekan-rekannya yang ditangkap polisi dilepaskan. Akibatnya, masyarakat di sekitar bundaran DPRD terkena imbas gas air mata.
Akibat mengganasnya aksi massa itu, polisi memukul mundur peserta aksi yang merusuh hingga terpojok. Massa perusuh tersebut mencoba kabur dari kejaran kepolisian hingga ke Batalyon Infanteri 133/Yudha Sakti yang berada di seberang jalan kampus Universitas Negeri Padang (UNP) Jalan Air Tawar, Kota Padang.
"Mereka tidak kami izinkan masuk, itu tidak kami benarkan massa memasuki Batalyon. Kami juga tidak memberikan bantuan ke kepolisian, karena belum ada permintaan dan penugasan dari pimpinan kami," ujar Komandan Yonif 133/Yudha Sakti, Letkol Inf Hendra Cipta.
Sementara itu, Humas Polda Sumbar, Kombes Pol Stefanus Satake Bayu Setianto, tidak menampik adanya pihak ketiga yang ingin membuat kerusuhan dengan memanfaatkan situasi demonstrasi. Apalagi kerusuhan tersebut bukan dari kalangan mahasiswa aksi, tapi didominasi pelajar yang ikut-ikutan aksi di Gedung DPRD Sumbar.
"Indikasi memang ada. Kami jajaran Polda Sumbar masih memantau pergerakan pihak yang terindikasi ingin membuat kerusuhan. Kami juga menyayangkan massa aksi tidak mematuhi protokol kesehatan," imbuh Satake.