Cilacap, Gatra.com – Hujan lebat yang mengguyur kawasan Cilacap barat, memicu munculnya retakan tanah sepanjang 100 meter di Desa Kutaagung, Kecamatan Dayeuhluhur, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Retakan itu mengancam sawah dan permukiman penduduk.
Staf Unit Pelaksana Teknis (UPT) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Majenang, Muhadi mengatakan di bagian bawah area retakan terdapat lahan pertanian, seperti swah produktif seluas kurang lebih 10 hektare. Adapun di bagian samping dan atas, ada permukiman penduduk dengan jumlah delapan keluarga yang terdiri dari 20 jiwa. “Jarak dari mahkota longsoran sekitar 50 meter,” kata Muhadi, Kamis (8/10).
Selain retakan, di bagian mahkota bumi terbelah, tanah turun antara 20-100 sentimeter. Hal itu menunjukkan ada pergeseran tanah dalam skala luas.
Dia juga mengungkapkan, retakan dan gerakan tanah berpotensi bertambah menyusul hujan intensitas tinggi yang masih terjadi di kawasan Cilacap barat. Terlebih, kemiringan tanah cukup curam mencapai 45 derajat. “Luas area retakan kurang lebih tiga hektare. Panjang retakan 100 meter, ke bawahnya sekitar 300 meter lebih,” ujarnya.
Dalam peristiwa itu, retakan tanah juga merusak saluran irigasi dari Daerah Irigasi (DI) Citengah. Risiko lainnya, jika sampai terjadi longsor, material akan menutup aliran sungai Cilumus dan bisa memicu banjir bandang.
Muhadi menjelaskan, gerakan tanah bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, pada tahun 1984, di tempat yang sama, longsor pernah terjadi. Dalam peristiwa itu, longsor membawa dua ekor sapi dan tak pernah ditemukan. “Kemungkinan tertimbun longsoran,” ujarnya.
Dia juga mengemukakan, BPBD telah merekomendasikan agar kawasan di bawah mahkota longsoran diubah dari sawah menjadi perkebunan tanaman keras. Hal itu dilakukan untuk menjaga agar gerakan tanah bisa dihentikan. “Warga sudah setuju. Jadi nanti area longsoran itu diubah jadi tanaman keras produktif,” jelasnya.