Semarang, Gatra.com – Pengusaha di Jawa Tengah mengajak semua pihak untuk memberi kesempatan adanya Undang-Undang Cipta Kerja. Mereka juga meyakinkan bahwa, 10 tahun ke depan para pekerja akan jauh lebih sejahtera.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Tengah Frans Kongi, menyambut baik hasil sidang paripurna DPRRI yang mengesahkan RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Frans yakin UU Cipta Kerja akan berdampak pada masuknya investasi yang besar ke Indonesia. Dampaknya, akan menyerap tenaga kerja yang cukup besar bagi warga Indonesia. Hal itu disampaikannya dalam Webinar bertema "Mogok Kerja, Pandemi, UU Cipta Kerja" yang diadakan oleh Kadin Kota Semarang, Senin (5/10) malam
"Jujur saja bahwa di dunia usaha, para pengusaha selalu mengeluh mengenai peraturan yang berbelit-belit, mengenai biaya mahal, mengenai perijinan, juga mengenai pesangon. Ya itu sudah berkali-kali kita ajukan kepada pemerintah sejak UU 13 tahun 2003 disahkan. Kita sudah lihat pesangon ini tidak masuk akal, tidak mungkin perusahaan bisa melaksanakan," ujarnya.
Pemerintah dengan DPR sebagai wakil rakyat, kata dia, tidak mungkin mau menyusahkan rakyat termasuk menyengsarakan pada sahabat-sahabat para pekerja. "Coba bayangkan, orang mau dirikan perusahaan sudah dibayangi dengan pesangon yang begitu banyak. Mana ada uang? Kalau kita mau jujur sekarang, kenyataan sekarang, banyak perusahaan yang bangkrut, perusahaan yang karyawannya 2.000 orang 3.000 orang lalu tutup, karyawannya tidak mendapat apa-apa. Undang-undang hanya berlaku di kertas saja. Terus mau apa kita sekarang?" sebutnya.
Frans mengingatkan kembali kepada hakikat pengusaha dan buruh. Tanpa buruh tidak ada pengusaha. Tidak mungkin pengusaha itu bisa bekerja tanpa buruh. Omnibus Law seperti yang sekarang sudah sah menjadi UU Cipta Kerja, menurut Frans, akan memberi angin segar bagi dunia usaha dan kesejahteraan pekerja.
"Kita lihat Vietnam. Dulu saat kita sudah bisa ekspor tekstil, bisa ekspor ini itu, Vietnam itu belum mulai. Tapi tiba-tiba sekarang mereka sudah lebih dari kita dalam waktu 15-20 tahun. Ekspor tekstil mereka sekarang itu secara nasional 2 kali lho dari kita. Karena apa? Karena mereka punya semacam omnibus law. Di sana mereka itu sepakat untuk bekerjasama," bebernya.
Dia menambahkan, bahwa Indonesia butuh itu, investasi yang masuk harus naik. Begitu banyak investasi masuk, begitu banyak perusahaan berdiri, begitu banyak tenaga kerja dibutuhkan, maka bargaining position buruh ini sangat besar, pertumbuhan ekonomi meningkat, upah buruh juga akan ikut naik.
Di sisi lain Frans Kongi menyoroti soal skill tenaga kerja Indonesia. Ia tidak setuju dengan pendapat yang mengatakan seolah-olah buruh Indonesia kompetensinya rendah. "No! Saya tidak setuju itu. Buruh kita ini pintar, jangan anggap enteng. Ada yang mengatakan, banyak yang hanya pendidikan SMP atau SD, bisa apa? Oh, jangan percaya sama pemeo-pemeo seperti itu. Itu hanya untuk mereka bergerak di bidang politik saja,” katanya.
Bagi Frans, pekerja Indonesia bisa dididik. Mereka itu pintar, dan bisa menjadi buruh yang produktif. Bukan buruh yang suka ngemis-ngemis dan suka demo. “Coba lihat di Semarang saja. Saat ada demo di Simpang Lima misalnya, ribuan buruh tetap bekerja di pabrik-pabrik, di tempat usaha lain. Mereka itu produktif. Jadi saya tidak sependapat kalau ada yang mengecilkan arti tenaga kerja. Sekarang ini yang menyebabkan buruh kita kurang sejahtera, karena kita tidak punya omnibus law, yakin saja!" tegasnya.
Di sesi tanya jawab, Frans Kongi menjelaskan, selama ini para pelaku usaha berupaya mensejahterakan buruh, tapi merasa seolah diikat. Makanya Omnibus Law membuat pengusaha bisa lebih nyaman berusaha dan otomatis buruh ikut sejahtera.
Selain Ketua Apindo Jawa Tengah Frans Kongi, hadir pula dalam Webinar tersebut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nasional (KSPN) Ristadi, dan Sekjen Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Tengah Aulia Hakim.