Bantul, Gatra.com - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menyatakan 12 dari 75 desa tegas menolak politik uang di ajang Pilkada Bantul 2020. Asosiasi desa bakal memproses hukum aparat desa yang terlibat politik uang.
Ketua Bawaslu Bantul Harlina menyampaikan tekad antipolitik oleh 12 desa ini merupakan komitmen sejak Pemilu 2019. "Kami terus mendorong desa lain memiliki komitmen bersama mewujudkan desa antipolitik uang," kata Harlina, Selasa (6/10).
Harlina menyatakan desa yang akan turut melawan politik uang kemungkinan besar bertambah. Ia mencontohkan beberapa desa di Kecamatan Kasihan telah memintan Bawaslu melakukan pendampingan dan edukasi soal politik uang.
Bawaslu melihat praktik politik uang berpotensi terjadi di pilkada tahun ini. Hal ini karena dua calon bupati adalah petahana yang menjabat sebagai Bupati Bantul dan Wakil Bupati Bantul. "Selain politik uang, keterlibatan ASN untuk mempengaruhi netralitas pemilih juga mungkin terjadi," lanjutnya.
Bawaslu juga tengah menyelidiki dugaan salah satu ASN yang mempengaruhi pekerja harian lepas di Pemerintah Kabupaten Bantul untuk memilih salah satu pasangan.
Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Bantul Ani Widayani menyatakan netralitas aparat desa amat penting dan harus dijaga. "Sebab mereka yang nantinya bertugas mensosialisasikan dampak politik uang. Masyarakat harus paham politik uang," ujarnya.
Ia meminta desa-desa lain di Bantul mengikuti komitmen 12 desa untuk turut menolak praktik politik uang. Semakin banyak desa yang menolak politik uang, maka siapapun yang terpilih nanti murni pilihan rakyat.
Jika pemimpin terpilih itu tidak bisa memenuhi keinginan rakyat, menurut Ani rakyat akan menjewernya. "Bahkan bila tidak bisa diingatkan, rakyat bisa menurunkan pemimpinnya. Masak demi (politik uang) Rp50 ribu-Rp100 ribu kita rela menjual hati nurani," ucapnya.
Ani juga menyatakan, Apdesi akan mengambil langkah hukum jika ada aparat desa yang terbukti melakukan politik uang.