Semarang, Gatra.com - Buruh di Jawa Tengah (Jateng) akan melakukan perlawan bila nantinya DPR RI tetap mengesahkan RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang merugikan buruh.
Ketua Federasi Kesatuan Serikat Pekerja Nasional (FKSPN) Jateng, Nanang Setyono, mengatakan, masih menunggu pengesahan RUU Omnibus Law Cipta menjadi UU.
“Kami belum tahu isinya UU Omnibus Law Cipta Kerja yang nantinya akan disahkan DPR RI, apakan sama dengan draf RUU selama ini, atau ada perubahan,” katanya dihubungi Gatra.com di Semarang, Minggu (4/10).
Menurutnya, bila nantinya UU Omnibus Law Cipta Kerja yang disahkan ternyata sama dengan draf RUU yang telah beredar sebelumnya, maka merasa sangat kecewa dan akan menolak.
Sebab, tujuan pemerintan dan DPR RI membuat UU mestinya untuk menyejahterakan masyarakat, dalam hal ini para buruh. Bukan malah sebaliknya menyengsarakan buruh.
“Kalau isi UU Omnibus Law Cipta Kerja sama dengan draf RUU, kami kecewa dan mengecap keras pemerintah dan DPR,” tandas Nanang.
Kendati dalam UU Omnibus Law Cipta Kerja yang rencananya akan disahkan dalam rapat paripurna DPR RI pada 8 Oktober mendatang ada perubahan uang pesangon yang semula ditiadakan.
Uang pesangon pemutusan hubungan kerja (PHK) disepakati menjadi 19 kali upah ditambah 6 kali jaminan kehilangan pekerjaan (JKP), sehingga totalnya menjadi 25 kali upah.
Sedangkan di UU Ketenagakerjaan No 13 Tahun 2003, pesangon PHK diatur maksimal hingga 32 kali upah.
“Mestinya uang pesangon dipertahakan, bahkan ditambah. Bukan malah nilainya dikurangi yang merugikan buruh,” ujar Nanang.
Bila nantinya UU Omnibus Law Cipta Kerja yang disahkan DPR RI merugikan buruh, Nanang menegaskan akan menolak dan melakukan perlawanan.
Bentuk perlawanan yang dilakukan FKSPN Jateng dengan menggelar aksi unjuk rasa serta menempuh jalur hukum melakukan uji materi (judicial review) UU tersebut.
“FKSPN dan beberapa konferederasi buruh lainnya sudah menyiapkan langkah melakukan upaya hukum judicial review,“ ujar Nanang.
Sebelumnya, kalangan buruh di Jateng tergabung dalam Aliansi Gerakan Rakyat Menggugat (Geram) menggelar aksi demonstrasi menolak RUU Omnibus Law tentang Cipta Kerja.