Jakarta, Gatra.com – Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, RUU Cipta Kerja akan dapat mendorong debirokratisasi sehingga pelayanan Pemerintahan akan lebih efisien, mudah, dan pasti, dengan penerapan NSPK dan penggunaan sistem eletronik.
“Di samping itu, yang lebih penting adalah manfaat yang akan didapat masyarakat setelah berlakunya UU Cipta Kerja,” kata Airlangga dalam sambutannya dalam rapat kerja membahas RUU Cipta Kerja, Sabtu (3/10).
Airlangga menyebut meskipun pembahasan dilakukan dalam jadwal yang ketat, namun semua tetap mengikuti protokol COVID-19 dengan ketat, antara lain pembatasan waktu rapat untuk setiap sesi pembahasan, tetap menerapkan 3M, dan secara berkala 1-2 kali dalam seminggu dilakukan swab-test.
“Dalam pembahasan materi RUU Cipta Kerja yang mencakup 15 Bab dan 174 pasal dengan jumlah DIM sebanyak 7.179 DIM, secara umum apa yang diusulkan oleh Pemerintah dalam RUU Cipta Kerja dapat dipahami dan disepakati oleh Panja dengan berbagai perbaikan dan penyempurnaan,” katanya.
Nah, terkait dengan dukungan untuk UMKM, Airlangga menyebut adanya kemudahan dan kepastian dalam proses perizinan melalui OSS, kemudahan dalam mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), kemudahan dalam mendirikan Perusahaan Terbuka (PT) perseorangan, kemudahan dengan persyaratan yang mudah dan juga biaya yang murah, sehingga ada kepastian legalitas bagi pelaku usaha UMKM.
“Untuk koperasi ada kemudahan dalam pendirian koperasi dengan menetapkan minimal jumlah 9 orang, dan koperasi diberikan keleluasaan untuk melaksanakan prinsip usaha Syariah, dan dapat memanfaatkan teknologi,” katanya.
Sedangkan dalam hal Sertifikasi Halal, dilakukan percepatan dan kepastian dalam proses sertifikasi halal, bagi pelaku UMK diberikan kemudahan dan biaya ditanggung pemerintah, serta memperluas Lembaga Pemeriksa Halal, yang dapat dilakukan oleh Ormas Islam dan Perguruan Tinggi Negeri.
“Terhadap keterlanjuran perkebunan masyarakat di kawasan hutan, masyarakat akan dapat memiliki kepastian pemanfaatan atas keterlanjuran lahan dalam kawasan hutan, di mana untuk lahan masyarakat yang berada di kawasan konservasi, masyarakat tetap dapat memanfaatkan hasil perkebunan dengan pengawasan dari pemerintah,” katanya.
Ada pula mengenai nelayan yang telah diatur penyederhanaan perizinan berusaha untuk kapal perikanan, yang dilakukan melalui satu pintu di KKP, dimana KemenHub memberikan dukungan melalui standar keselamatan.
“Dari sisi perumahan, Pemerintah akan memberikan percepatan pembangunan rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang dikelola khusus oleh Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3). Pemerintah juga mengejar percepatan reformasi agraria dan redistribusi tanah yang akan dilakukan oleh Bank Tanah,” katanya.
Sedangkan terkait peningkatan perlindungan kepada Pekerja, meliputi adanya kepastian dalam pemberian pesangon, di mana dalam pemberian pesangon Pemerintah menerapkan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dengan tidak mengurangi manfaat JKK, JKm, JHT, dan JP serta tidak menambah beban iuran dari pekerja atau pengusaha
Adanya, Pelaksanaan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) yang dilakukan oleh Pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan dengan tidak mengurangi manfaat JKK, JKm, JHT, dan JP serta tidak menambah beban iuran dari pekerja atau pengusaha.
Selain itu juga pengaturan jam kerja yang khusus untuk pekerjaan tertentu yang sifatnya tidak dapat melakukan jam kerja yang umum yang telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan, dengan memperhatikan trend pekerjaan yang mengarah kepada pemanfaatan digital, termasuk untuk Industri 4.0 dan ekonomi digital.
Airlangga juga menyebut persyaratan PHK tetap mengikuti persyaratan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan dan RUU Cipta Kerja tidak menghilangkan hak cuti haid, cuti hamil yang telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan.
“Sedangkan bagi Pelaku Usaha akan mendapat manfaat yang mencakup, kemudahan dan kepastian dalam mendapatkan perizinan berusaha dengan penerapan perizinan berbasis risiko dan penerapan standar,” katanya.
Selain itu lanjut Airlangga, pemberian hak dan perlindungan pekerja atau buruh dapat dilakukan dengan baik, akan meningkatkan daya saing dan produktivitas.
“Mendapatkan insentif dan kemudahan baik dalam bentuk insentif fiskal maupun kemudahan dan kepastian pelayanan dalam rangka investasi. Adanya ruang kegiatan usaha yang lebih luas untuk dapat dimasuki investasi dengan mengacu kepada bidang usaha yang diprioritaskan Pemerintah,” katanya.
Ada juga dengan mendapatkan jaminan perlindungan hukum yang cukup kuat dengan penerapan ultimum remedium yang berkaitan dengan sanksi, dimana pelanggaran administrasi hanya dikenakan sanksi administrasi, sedangkan pelanggaran yang menimbulkan akibat K3L (Keselamatan, Keselamatan, Keamanan, dan Lingkungan) dikenakan sanksi pidana.
Nah, dalam RUU Cipta Kerja ini lanjut Airlangga, menegaskan pula peran dan fungsi dari Pemerintah Daerah sebagai bagian dari Pemerintah Pusat, di mana kewenangan yang telah ada tetap dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan NSPK yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, dengan demikian akan terjadi suatu standar pelayanan bagi seluruh daerah.
“RUU Cipta Kerja telah berhasil pula untuk mengatur dan menerapkan 1 peta (one map policy) yang dituangkan dalam RTRW yang mengintegrasikan tata ruang darat, tata ruang pesisir dan pulau-pulau kecil, tata ruang laut, serta tata ruang kawasan terutama kawasan hutan, sehingga ada aspek kepastian hukum bagi pelaku usaha yang telah memenuhi kesesuaian tata ruang dalam RTRW. Pemerintah Pusat bersama dengan Pemerintah Daerah akan mempercepat penetapan RDTR dalam bentuk digital,” katanya.
Adapun cakupan materi dari RUU Cipta Kerja sangat luas yang semula mencakup 79 UU, namun dalam pembahasan cakupan UU menjadi 76 UU, dimana dikeluarkan 6 UU yaitu: 1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, 2) UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, 3) UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, 4) UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, 5) UU Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran, dan 6) UU Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan, dan dikeluarkan lagi 1 UU: UU Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesuaian.
Adapun disepakati untuk menambahkan 4 UU, yaitu: 1) UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan jo Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, 2) UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan jo. UU Nomor 36 Tahun 2008, 3) UU Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambangan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Barang Mewah Jo. UU Nomor 42 Tahun 2009, dan 4) UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
Sedangkan cakupan RUU tetap sama dengan usulan Pemerintah, yaitu: 1) peningkatan ekosistem invetasi dan kemudahan perizinan, 2) perlindungan dan pemberdayaan UMK-M dan koperasi, 3) ketenagakerjaan, 4) riset dan inovasi, 5) kemudahan berusaha, 6) pengadaan lahan, 7) kawasan ekonomi, 8) investasi Pemerintah Pusat dan Proyek Strategis Nasional, 9) Dukungan Administrasi Pemerintahan, 10) Sanksi.
“Cakupan substansi tersebut kami yakini akan dapat mendukung upaya kita semua untuk penciptaan lapangan kerja bagi semua masyarakat Indonesia melalui peningkatan investasi,” katanya.
Terkait pembahasan ini, Menko menyebut dalam proses pembahasan bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, telah mengikuti pembahasan bersama dengan Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja sejak tanggal 20 Mei 2020 sampai dengan saat ini.
“Berdasarkan catatan kami, bahwa Rapat Kerja kali ini merupakan rapat yang ke-63 (Rapat Panja 55 X, Rapat Tim Mus/ Tim Sin 6 X, serta malam ini 1 X Rapat Panja dan 1 X Rapat Kerja). Rapat-rapat ini merupakan suatu rangkaian pembahasan yang cukup panjang, di tengah situasi pandemi COVID-19 yang banyak membatasi aktifitas kita,” katanya.