Padang, Gatra.com- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatra Barat (Sumbar) menilai Gubernur Irwan Prayitno bersikap arogan dalam menyelesaikan persoalan pembebasan lahan jalan tol Padang-Pekanbaru, Riau.
Divisi Riset dan Database Walhi Sumbar, Tommy Adam menyebutkan, pembangunan jalan tol itu berdampak pada lalu lintas masyarakat karena berlokasi di wilayah produktif dan padat penduduk. Dikhawatirkan, ini akan memengaruhi sumber kehidupan petani.
"Data yang kami temukan di lapangan, lokasi jalan tol di Kawasan pada penduduk dan produktif. Apalagi soal nilai tanah yang dibayarkan belum jelas," kata Tommy diterima Gatra.com secara tertulis, Sabtu (3/10).
Menurutnya, selain soal lahan sebagai sumber penghidupan masyarakat, sosialisasi pemerintah terkait pembangunan jalan tol tersebut juga minim. Padahal semuanya telah diatur dalam proses pengadaan tanah. Namun implementasi di lapangan tidak terbukti, sehingga warga kebingungan.
Tommy menuturkan, dari hasil analisis Walhi Sumbar, kawasan rencana pembangunan jalan tol Padang-Pekanbaru terdapat 74 nagari (desa) di 20 kecamatan serta 7 kabupaten dan kota. Apabila jalan tol dibangun, tentu sumber-sumber penghidupan masyarakat setempat yang mayoritas petani.
"Tipologi petani masyarakat di sana, kalau kita mengutip dari Erick Work masih bertipologi peasant, sehingga hasil sawah ladangnya untuk kebutuhan hidup mereka. Kalau berlebih, akan dijual untuk kebutuhan sekolah anak dan kebutuhan sekunder lainnya," ujarnya.
Kepala Departemen Kajian, Advokasi dan Kampanye Walhi Sumbar, Yoni Candra menambahkan, pemerintah harus memikirkan nasib pemilik tanah masyarakat yang produktif jika diambil untuk pembangunan jalan itu. Jika apabila masyarakat tidak mau berdamai dibawa ke pengadilan dinilai tidak tepat.
Sementara, masyarakat Kecamatan Lubuk Alung, Padang Pariaman mendukung pembangun jalan tol Padang-Pekanbaru. Apalagi, dengan adanya jalan tol Padang-Pekanbaru bisa mengurai kemacetan, sekaligus mempersingkat jarak tempuh. Namun mereka meminta ganti rugi tanah masyarakat yang terkena untuk tol harus jelas.
Tokoh masyarakat Lubuk Alung, Heppy Neldi mengaku masyarakat di daerahnya tidak ada yang menolak pembangunan tersebut. Hanya saja, nilai tanah harganya belum jelas dan tidak sesuai yang diharapkan masyarakat. Akibatnya, masyarakat setempat merasa dirugikan karena lahan sawahnya jadi korban.
"Kami mendukung jalan tol ini, setidaknya bisa mempersingkat jarak tempuh dan transportasi lancar, tapi jangan merugikan masyarakat. Jadi ganti rugi lahan harus sewajarnya, biar masyarakat bisa membeli lahan lagi," tukasnya.