Padang, Gatra.com- Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) kembali mencatat deflasi sebesar 0,05% pada September 2020, setelah beberapa bulan beruntun mengalami deflasi akibat pandemi coronavirus disease (Covid-19).
Badan Pusat Statistik (BPS) Sumbar mencatat deflasi 0,05% tersebut, merupakan gabungan dua kota, yakni Padang dan Bukittinggi sebagai acuan ekonomi Sumbar. Adapun penyebab terjadinya deflasi akibat beberapa jenis komoditas bahan pokok.
"Yang dominan pendorong deflasi Sumbar selama September 2020, seperti tarif angkutan udara, jengkol, telur ayam ras, terong, cabai rawit, dan emas perhiasan," kata Kepala BPS Sumbar, Pitono, Kamis (1/10).
Sejumlah komoditas juga mendorong inflasi, yakni bawang merah, daging ayam ras, bawang putih, cabai merah, jeruk, bayam, tomat, minyak goreng, ayam hidup, dan pepaya. Jika dihitung dari awal tahun, maka Sumbar masih mencatatkan inflasi kalender sebesar 0,31%.
BPS mencatat untuk Kota Padang terjadi deflasi 0,05%, dan Kota Bukittinggi deflasi 0,01%. Inflasi kalender Kota Padang tercatat 0,29% dan Bukittinggi 0,50%, dan inflasi year on year (yoy) untuk Kota Padang 0,10% dan Kota Bukittinggi 0,62%.
Sementara itu, Nilai Tukar Petani (NTP) Sumbar, per September tercatat sebesar 100,54 atau naik 1,14% jika dibanding bulan sebelumnya sebesar 99,41%. Indeks harga yang diterima petani meningkat 1,29%, dan indeks harga yang dibayar petani juga meningkat 0,15%.
"Harga gabah kualitas GKP tingkat petani meningkat 0,89% dari Rp5.366,56 per kilogram menjadi Rp5.414,38 per kilogram. Kalau di tingkat penggilingan meningkat 0,92% dari Rp5.487,87 per kilogram menjadi Rp5.538,13 per kilogram," ujarnya.