Jakarta, Gatra.com – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyatakan komitmennya untuk mendukung pengurangan senjata strategis untuk terwujudnya stabilitas keamanan dunia. Pemerintahan Trump gencar mengisyaratkan AS akan melakukan diplomasi tingkat tinggi dengan membawa sejumlah negara yang punya kendali persenjataan nuklir untuk mengurangi bahkan mengakhiri program nuklirnya.
Sketsa kerja sama disiapkan untuk tercapainya kesepakatan kendali senjata nuklir (Nuclear Arms Control) guna mengakhiri proyek nuklir saat Rusia dan Cina tengah berupaya memperluas kekuatan misilnya. Belakangan pemerintahan Trump lewat Departemen Pertahanan AS dan Badan Intelijen meningkatkan kewaspadaannya kepada Cina terhadap ekspansi militer Cina terutama program nuklir dan pengujian rudal jelajah balistiknya dalam sepuluh tahun terakhir.
Data dari Asosiasi Pengendalian Senjata (Arms Control Association) melaporkan Tiongkok berada di urutan ketiga global dalam jumlah persenjataan nuklir destruktif dengan 320 hulu ledak, diikuti oleh Prancis yang memiliki 290 hulu ledak.
Utusan Khusus Presiden untuk Pengendalian Senjata, Duta Besar Marshall Billingslea mengatakan skema “Nuclear Arm Control” akan meredakan kekhawatiran akan Tiongkok yang berupaya memperluas kekuatan nuklirnya yang pada akhirnya memicu “adrenalin” perlombaan senjata di Asia.
Baru-baru ini Duta Besar Billingslea melakukan kunjungan ke Jepang, Korea Selatan, dan Vietnam untuk melakukan diplomasi konflik. Dalam pertemuannya ke sejumlah wilayah tersebut, Billingslea membicarakan masa depan pengendalian senjata nuklir.
“Kami membahas masalah perdamaian dan keamanan global yakni pengendalian senjata nuklir dalam hal tindakan Partai Komunis Tiongkok dan juga stabilitas global. Kami memiliki komunikasi yang sangat baik di Asia dengan Korea Selatan, Jepang, dan Vietnam,” ujar Billingslea dalam telekonferensi internasional dengan awak media, 1 Oktober 2020.
Mantan Asisten Sekretaris Departemen Keuangan AS itu mengatakan fasilitas nuklir dijalankan Cina sebagai tindakan ilegal dan tidak dapat dibenarkan. “Kita mempunyai pemahaman yang jelas tentang apa yang dilakukan Cina terkait fasilitas nuklir rahasia dan program rudal. Saat ini Amerika Serikat memiliki prioritas masalah untuk melawan tantangan Covid-19, dan hal itu [keamanan senjata] kita bahas di setiap sesi,” katanya.
Pemerintah AS, sambung Billingslea, menghargai respon dari negara mitra termasuk Jepang, Korea Selatan dan Vietnam. “Kami sangat menghargai sahabat kami atas rasa hormat itu. Dan AS terus membicarakan banyak masalah, bagaimana menjaga perdamaian dan keamanan di kawasan Asia dan Pasifik. Kami membahas posisi dan kekuatan Cina saat ini”.
Selain menyoal program nuklir dan rudal Cina, AS dalam pertemuan tersebut juga menyinggung kebijakan Cina dalam masalah navigasi internasional, komitmen Hong Kong, hak asasi manusia, perbatasan dan konflik berdarah dengan India. “Saya tidak mengomentari secara spesifik kebijakan nuklir tetapi poin penting AS dari sejumlah tantangan signifikan berkaitan dengan senjata dan fasilitas nuklir,” ujarnya.
Billingslea mengatakan Cina bertekad menunjukkan kekuatan sebagai negara besar. Proyek nuklir Cina telah dikembangkan secara rahasia tanpa diketahui banyak pihak. “Cina secara diam-diam telah mengembangkan dan memproduksi hulu ledak. Meraka mengerahkan rudal untuk setiap kategori”.
Meski demikian, pemerintah AS menurutnya tetap mengedepankan diplomasi lewat “Arm Control Process”. Komunikasi tatap muka dengan Pemerintah Cina belum dimungkinkan namun kedua pihak akan berupaya mendorong kesepakatan. “Kami tidak bisa berkomunikasi tatap muka karena virus corona. Tapi kami percaya diplomasi lebih baik daripada kekuatan. Kami punya kemampuan untuk terminasi,” pungkasnya.