Jakarta, Gatra.com - Wakil Menteri Agama (Wamenag), Zainut Tauhid Sa’adi menganggap penilaian Profesor Australian National University (ANU), Greg Fealy, yang menyebutkan Pemerintah Indonesia tidak ramah terhadap keberagaman dan represif terhadap kaum Islamis, merupakan sesuatu yang keliru.
Fealy mendasarkan penilaiannya setelah melihat penerbitan berbagai aturan diskriminatif di lembaga milik negara. Dia mencontohkan, larangan cadar dan cingkrang bagi ASN, serta adanya beberapa Islamis yang disingkirkan dari posisi strategis atau ditolak promosi.
Anggapan itu menurut Zainut, tidak benar. Penggunaan istilah Islamisme dan mencontohkannya dengan kasus celana cengkareng dan cadar misalnya merupakan sesuatu yang keliru dan kurang tepat.
“Pemerintah mendukung penuh segala bentuk aktivitas umat beragama yang mengarah pada penguatan pemahaman, pengamalan, dan penghayatan nilai-nilai agamanya. Tidak hanya Islam, tapi semua agama,” kata Wameng di Jakarta, Selasa (29/9).
Zainut menerangkan bahwa Indonesia bukan negara agama, juga bukan negara sekuler.
Indonesia adalah negara yang masyarakatnya dikenal sangat religius. Karena itu, nilai dan ekspresi keberagamaan sangat mewarnai relasi antara agama dan negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Hal itu tidak mungkin dibatasi, apalagi diingkari dan direpresi. Upaya meningkatkan kehidupan keagamaan justru terus dilakukan oleh negara melalui Kementerian Agama yang bersinergi dengan ormas, majelis, dan lembaga keagamaan,” tutur Zainut.
Di era globalisasi, lanjut Wamenag, Indonesia dan juga negara lainnya saat ini tengah menghadapi tantangan infiltrasi paham transnasional, baik dalam bentuk liberalisme, sekularisme, maupun ekstrimisme.
Menurutnya, antisipasi justru perlu dilakukan pada infiltrasi nilai-nilai yang berpotensi merusak tatanan kemasyarakan Indonesia yang religius. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah penguatan toleransi dan pengarusutamaan moderasi beragama.
“adi bukan Islamisme. Yang kita mitigasi dan antisipasi adalah berkembangnya paham dengan tiga karakter, yaitu Anti Pancasila dan NKRI, ekstrem dan anarkis sehingga sampai menistakan nilai-nilai kemanusiaan, serta intoleran, terjebak pada klaim kebenaran dan fanatisme kelompok,” jelas Wamenag.
“Pendekatan yang dilakukan Pemerintah berdasarkan peraturan perundang-undangan. Penilaian Greg Fearly terkait tindakan represif jelas tidak tepat,” tambahnya.
Zainut juga menekankan, kerukunan umat beragama di Indonesia yang harus terus dirawat, dijaga, dan ditingkatkan.
Dari hasil survei Balitbang-Diklat Kemenag, sejak 2015-2019, angka rata-rata indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) selalu berada di atas angka 70, atau pada kategori tinggi. Indeks KUB) tahun 2019 pada angka 73,83.
“Indeks ini memperlihatkan bahwa kondisi kerukunan umat beragama di Indonesia adalah baik, dan itu yang terus dijaga pemerintah dan masyarakat,” katanya.