Pandemi membuat para pemimpin dunia hadir secara virtual pada sidang umum PBB ke-75 di New York. Isu keamanan Timur Tengah hingga perdamaian dunia, kembali mencuat di tengah konflik panas soal pandemi Covid-19.
"Apakah kamu naik unta ke sekolah? Apakah ibumu boleh menyetir mobil sendiri? Apakah kamu selalu harus minta izin ayahmu tiap kali keluar rumah?"
Itu adalah beberapa pertanyaan yang kerap diterima aktivis Jana Amin sebagai seorang gadis Muslim muda, ketika ia sekeluarga pindah dari Mesir ke Amerika Serikat. Saat meninggalkan Timur Tengah pada usia 12 tahun, ia pertama kali sadar bagaimana media Barat kerap menggambarkan perempuan Islam sebagai korban penindasan, budak yang taat, bahkan alat politik.
Pengalaman itu membuatnya berpikir keras tentang persepsi Barat tersebut dan lebih penting lagi, apa yang bisa dilakukan untuk mengubahnya. Maka Jana memutuskan membuat akun Instagram bernama "Bantoota" (bahasa Arab untuk "perempuan"). Lewat akun ini, ia berupaya mengubah persepsi dunia tentang perempuan dalam Islam. Ia juga bergabung menjadi pengajar Bahasa Inggris untuk pengungsi di Yordania lewat program Collateral Repair Project via Skype.
Kampanyenya sukses mendapat perhatian luas. Karena kesuksesanya itu, Jana masuk dalam daftar pembicara di salah satu sesi pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-75 tahun ini. Pada Kamis, 24 September lalu, secara daring ia memaparkan topik "Kebijakan untuk Memajukan Dunia" sebagai bagian dari zona Aksi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs Action) PBB.
Jana juga terinspirasi dari peran perempuan di dunia politik, seperti Noura Al Kaabi yang menjabat sebagai Menteri Kebudayaan dan Pemuda Uni Emirat Arab. "Wanita yang memegang posisi kekuasaan, baik di pemerintahan atau dalam bisnis, adalah panutan bagi kami, dan jelas untuk melihat bahwa pekerjaan mereka benar-benar mendorong kemajuan di Timur Tengah, karena tidak ada masa depan bagi Timur Tengah tanpa perempuan, baik dewasa maupun remajanya," tuturnya seperti dilaporkan media internal UN, The National.
***
Keamanan Timur Tengah dan SDGs adalah dua dari beberapa fokus utama yang diangkat pada Sidang Umum PBB (United Nations General Assembly/UNGA) ke-75, 15 September-2 Oktober 2020 di New York, Amerika Serikat. Hal lainnya, yakni efek dunia digital, penghapusan senjata nuklir, dan tentu saja pandemi Covid-19.
Ada pula debat umum (general debate), yaitu sesi pemimpin masing-masing negara anggota berpidato menyampaikan isu yang mereka anggap penting, dilakukan pada 22-29 September 2020. Akibat pandemi, maka acara tahunan itu terpaksa dilakukan secara hibrida: gabungan antara pertemuan fisik dan daring. Semua pemimpin dunia, termasuk tuan rumah Presiden AS Donald Trump, berbicara melalui video yang telah direkam sebelumnya.
Sebagai salah satu pembicara pada hari pertama general debate, Trump kembali melemparkan serangan pada Cina terkait virus corona. Ia menegaskan tuduhannya bahwa Beijing bertanggung jawab atas penyebaran "virus Cina" dan menuntut PBB megambil langkah tegas kepada Cina.
Trump mengeklaim bahwa pihaknya mampu menangani kasus Covid-19 yang telah menyebabkan kematian lebih dari 200.000 orang di AS. "Kami telah memerangi perang hebat melawan musuh tidak terlihat yang telah menelan sekian banyak nyawa di 188 negara. Demi mencapai masa depan yang lebih cerah, kita harus mendorong adanya tindakan tegas kepada negara yang melepas virus ini ke dunia, yaitu Cina," ucap Trump dalam video yang berdurasi kurang dari tujuh menit.
Al Jazeera menulis, Presiden Xi Jinping menyampaikan pernyataan mendamaikan. Ia mengajak kerja sama semua pihak menghadapi pandemi. "Cina tidak punya niatan atau pun bertarung, baik dalam sebuah perang dingin maupun perang panas dengan negara mana pun," ucapnya. Xi mendorong agar semua upaya politisasi pandemi ini harus dihilangkan.
Rusia turut pula angkat bicara soal virus corona. Presiden Vladimir Putin menawarkan vaksin Rusia dibagikan secara gratis kepada para staf di Kantor PBB. Ia menegaskan, penurunan ekonomi dunia tidak hanya terjadi akibat pandemi, tetapi karena banyaknya sanksi perdagangan.
Menteri Urusan Asia Selatan dan Commonwealth Inggris, Lord Tariq Ahmad, mengkritik benturan politik dalam upaya global penanganan pandemi sebagaimana tergambar dalam komentar sejumlah pemimpin negara itu. Menurutnya, urusan geopolitik sudah sering merusak kerja sama dan menurunkan kecerdasan masyarakat dunia. "Pandemi ini telah menguji sistem internasional, seperti tidak pernah terjadi sebelumnya. Sekarang ini harusnya jadi momen untuk menolak institusi internasional yang coba cari keuntungan," ujarnya.
Di tengah debat tak habis antara negara-negara adikuasa itu, idola K-Pop, BTS, kembali hadir di PBB lewat video berdurasi 7 menit 12 detik untuk mendorong semua orang melepaskan diri dari keputusasaan dan saling mendukung dalam solidaritas yang hangat selama pandemi Covid-19. "Hari esok kita mungkin gelap, menyakitkan, sulit, dan kita mungkin tersandung atau jatuh. Namun, bintang bersinar paling terang saat malam tergelap," ucap leader BTS, RM, pada Rabu, 23 September 2020, seperti dilansir Soompi.
BTS menyampaikan pesan harapan sebagai bagian dari pertemuan tingkat tinggi Group of Friends of Solidarity for Global Health Security, yang diluncurkan oleh Korea Selatan pada 2020 untuk membahas masalah keamanan kesehatan, termasuk virus corona. Kelompok itu melibatkan 40 negara anggota PBB, dengan Korsel, Denmark, Sierra Leone, Qatar, dan Kanada sebagai ketua bersama.
Ini adalah kali kedua BTS berbicara di UNGA. Sebelumnya, mereka memberikan pidato pada upacara peluncuran Generasi Tak Terbatas (Generation Unlimited) Unicef pada UNGA ke-73 2018. Mulai 2017, BTS memang telah bekerja sama dengan Unicef di kampanye "Love Myself" untuk mengakhiri kekerasan terhadap pemuda.
***
Di sisi lain, isu Timur Tengah tak akan pernah habis menjadi topik pembicaraan. Sejumlah sesi dijadwalkan secara khusus membahas beberapa tantangan saat ini di Timur Tengah. Yaman, Lebanon, dan Libya, diminta ikut bicara.
Sebelumnya, pada Kamis, 17 September 2020, delegasi Kuwait, Jerman, Swedia, dan Inggris, menjadi tuan rumah bersama dalam diskusi khusus tentang Yaman. Sesi itu membahas kebutuhan mendesak untuk kemajuan politik negara termiskin di Timur Tengah yang dihancurkan oleh perang dan kelaparan tersebut. Terutama setelah pandemi Covid-19 yang menegaskan keburukan bahkan keruntuhan sistem kesehatan Yaman.
Pernyataan bersama yang dirilis setelah pertemuan itu, menekankan perlunya de-eskalasi militer dan pemerintahan yang stabil. Kelompok itu setuju bertemu lagi dalam enam bulan untuk menilai kemajuan.
Pada Rabu, 23 September 2020, sebuah sesi diadakan untuk membahas dukungan komunitas internasional atas Lebanon. Selain itu, untuk mendorong politisi Lebanon agar dengan cepat membentuk pemerintahan efektif dan kredibel, sehingga mampu memenuhi aspirasi dan kebutuhan sah yang diungkapkan oleh rakyat Lebanon.
Berikutnya, akan ada sesi khusus pada Senin, 5 Oktober mendatang, yang berfokus pada Libya. Pertemuan ini diadakan dalam rangka menindaklanjuti Konferensi Berlin, yang mempertemukan 11 negara pada Januari 2020 untuk membahas perang saudara yang sedang berlangsung di negara tersebut. Pertemuan UNGA akan menilai kemajuan komitmen yang dibuat dan mengidentifikasi kesenjangan.
Ironisnya, pada Kamis, 24 September lalu, kembali terjadi bentrokan dua milisi di Libya, yakni antara kelompok militer yang setia kepada Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang berbasis di Tripoli dan kelompok yang diakui PBB. Aksi tembak-menembak berlangsung dari Kamis malam hingga Jumat siang. Penyebabnya masih belum jelas. Setidaknya tiga orang tewas dan beberapa lainnya luka-luka di dua kamp tersebut.
Perdamaian dunia adalah tujuan utama mengapa PBB menerbitkan program Youth2030 pada 2018 lalu. Strategi yang dipaparkan Sekjen PBB, Antonio Guterres itu, mendorong pemuda ambil bagian menciptakan dunia yang lebih damai. Pada sesi peluncuran Youth2030 itulah, Unicef meminta BTS berbicara soal pemberdayaan orang muda.
Sejak 2016 pula, PBB memutuskan memulai program Pemimpin Muda (Young Leaders) untuk mempercepat perwujudan SDGs. Tiap dua tahun sekali, belasan pemuda dari seluruh dunia diapresiasi atas upaya mereka di wilayah masing-masing.
Pada 2020, terdapat 17 pemimpin muda yang berasal dari Australia, Bangladesh, Brasil, Bulgaria, Cina, Kolombia, Mesir, India, Irlandia, Liberia, Nigeria, Pakistan, Peru, Senegal, Turki, Uganda, dan AS. Mulai dari aktivis advokasi kelompok autisme asal Irlandia, Siena Castellon (18 tahun), hingga pendiri startup zero waste Glass2Sand, Udit Singhal (18 tahun) asal India, semua berbicara pada sejumlah sesi di UNGA 2020.
Flora Libra Yanti