Palembang, Gatra.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 7 Sumbagsel, mengaku terus memantau pergerakan perusahaan jasa pinjaman online (fintech) tak berizin di internet. Hal ini untuk menertibkan para penyedia jasa pinjaman online, sehingga tidak merugikan masyarakat.
"Pinjaman online, setiap saat bisa muncul dan bisa hilang. Kalau ditemukan di internet beum berizin terlebih dahulu akan diteliti, kalu memang benar-benar tidak ada izin maka akan kita pinta untuk tutup," kata Ketua OJK Regional 7 Sumsel, Untung Nugroho kepada Gatra, di Palembang, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, pemerintah terus meng-update aturan atau regulasi terkait perusahaan pinjaman online atau financial technology (Fintech), di situ diatur secara rinci, mengenai apa- apa yang harus dilakukan Fintech jika mau beroperasi di Indonesia termasu di wilayah Region 7 OJK.
"Jadi harus punya SOP, teknologi, SDM dan harus berbadab hukum serta mengurus izin di OJK. Kebanyakan di masyarakat tidak berizin atau fintech ilegal," bebernya.
Ia mengatakan, Fintech ilegal suku bunganya jauh lebih besar (mahal). "Yang legal juga sebenarnya mahal, tetapi setidaknya mereka punya jaminan dan layanan yang diberikan tidak merugikan masyarakat (user/konsumen)," jelasnya.
Peminjam dana melalui aplikasi daring entitas jasa keuangan (P2P) di Sumsel, selama 2019 mencapai 1.558.473 entitas. Atau tumbuh 590,26 persen dibanding 2018 sebanyak 225.781 entitas.
Dikatakan pula bahwa pertumbuhan jumlah peminjam ditopang naiknya jumlah pemberi pinjaman (lender). Jumlahnya selama 2019 mencapai 7.897 entitas atau naik 108 persen dibanding 2018 sebanyak 3.794 entitas.
"Nah, di 2020 ini kita belum tahun. Tapi ada pendemi Covid-19, membuat perekonomian semua down," pungkasnya.