Pekanbaru, Gatra.com - Sejumlah pekerjaan rumah menanti Provinsi Riau seiring peresmian tol Pekanbaru-Dumai, Jum'at (25/9).
Pengamat ekonomi dari Universitas Riau, Edyanus Herman, mengatakan tantangan utama yang dihadapi Pemerintah Provinsi Riau terkait tol tersebut adalah sejauh mana Riau dapat memanfaatkan tol tersebut untuk kepentingan ekspor.
"Jangan sampai tol itu rampung tapi barang asing yang masuk ke Riau lebih banyak ketimbang barang keluar. Dan jangan juga memandang tol itu sebatas urusan melansir sawit semata, tapi bagaimana sektor-sektor lain juga bisa bertumbuh. Jika tidak ada peta jalan untuk memicu lonjakan ekspor, sangat mungkin tol Pekanbaru-Dumai akan menguntungkan Malaysia," sebutnya kepada Gatra.com.
Edyanus menyebut pemerintah daerah harus memiliki rencana pengoptimalan balai latihan kerja (BLK). Fasilitas tersebut dapat menjadi pijakan untuk menyiapkan sumber daya manusia, yang siap pakai untuk industri. Terlebih, kota Dumai sebagai pelabuhan utama merupakan tujuan akhir hilirisasi barang industri.
"Selama ini kan Dumai itu dikenal sebagai kota pelabuhan, tapi yang lebih banyak memanfaatkan perusahaan sawit. Tentu dengan adanya tol tersebut barang-barang industri lainya juga harus ikut mekar. Tapi itu kan juga tergantung sejauh mana kemampuan daerah menggiatkan kantong-kantong industri, yang pada akhirnya juga bicara sumber daya manusia,"tekannya.
Selain menyiapkan sumber daya manusia untuk kepentingan industri, Edyanus, juga mengingatkan perlunya pemerintah kota dan kabupaten mengantisipasi lonjakan pemukiman baru.
"Jadi bukan hanya kantung industri, yang juga dipikirkan adalah kantung pemukiman baru. Sebab ini akan menuntut kesiapan pasokan pelayanan dasar seperti suplai listrik dan air," imbuhnya.
Terpisah, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Riau, Wijatmiko Rah Trisno, mengatakan selain penting menggiatkan sektor industri, persoalan yang tidak kalah penting adalah meningkatkan daya beli masyarakat. Oleh sebab itu rampungnya jalan Tol Pekanbaru-Dumai hendaknya dapat membantu mengurai persoalan tersebut.
"Kita perkirakan pada triwulan ke III 2020, Riau masuk dalam defenisi resesi. Pada tahap ini menjaga daya beli masyarakat menjadi krusial, karena ekonomi Indonesia secara umum dipengaruhi konsumsi rumah tangga. Keberadaan tol setidaknya mengurangi harga barang, tapi yang penting kemampuan masyarakat untuk membelinya.,"
Adapun perekonomian Riau mengalami kontraksi pada triwulan II 2020 sebesar 3,2 persen, jika dibandingkan periode yang sama dengan tahun sebelumnya. Meski demikian, pertumbuhan ekonomi Riau masih lebih baik dari nasional yang turun mencapai 5,32 persen.