Pemerintah memiliki visi untuk memberikan akses listrik merata ke seluruh wilayah Indonesia. PLN membidik pencapaian angka rasio elektrifikasi nasional 100 persen pada akhir 2020. Lalu bagaimana kelanjutan mega proyek 35.000 MW dan infrastruktur listrik lainnya di tengah ancaman pandemi?
GATRAreview.com - Program elektrifikasi nasional tetap berjalan meski ekonomi terjepit pandemi Covid-19. PT PLN (Persero) berencana menuntaskan angka rasio elektrifikasi nasional 100 persen pada akhir tahun ini. Setidaknya di atas kertas, angka rasio elektrifikasi nasional hingga semester I/2020 sudah sangat memuaskan yakni 99,09 persen. Angka itu jauh di atas target RPJMN sebesar 96 persen dan melonjak dari realisasi tahun 2014 sebesar 84 persen.
Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini memastikan target elektrifikasi nasional tidak terhambat meski adanya wabah corona. Alasannya proyek listrik harus dilakukan berkelanjutan, selain itu pencapaian rasio saat ini sudah menyentuh angka maksimal yakni 99 persen. “Kami pastikan untuk pelayanan listrik dan keandalan listrik tidak terhambat. Sebagai PSO tentu mengutamakan pelanggan dan memenuhi kebutuhan listrik pelanggan menjadi fokus kami,” ujar Zulkifli dalam keterangannya kepada GATRA review, awal Agustus lalu.
Ia mengatakan program elektrifikasi nasional masih menyisakan 433 desa yang belum terlistriki. Jumlah tersebut tersebar di empat provinsi yakni: Papua (325 desa), Papua Barat (102 desa), Nusa Tenggara Timur (5 desa), dan Maluku (1 desa). Daerah-daerah tersebut, terang Zulkifli menjadi fokus peningkatan rasio elektrifikasi.
“Upaya yang dilakukan PLN untuk mencapai target 99,2% (skenario moderat masa pandemi Covid 19) adalah dengan melistriki 513.060 rumah tangga dari 433 desa yang belum berlistrik, dengan pembagian 85 desa dilakukan program listrik desa, sisanya dilakukan dengan bantuan PMN,” katanya.
Zulkifli menjelaskan untuk membangun pembangkit di 433 desa tidak mudah karena faktor geografis dan kemudahan akses. Menyiasati hal tersebut, PLN menggunakan pendekatan teknologi dengan pemetaan spasial. Selain itu penyediaan listrik untuk sejumlah desa tersebut akan memanfaatkan potensi energi lokal yang dimiliki masing-masing titik.
“Nanti dibangun stasiun pengisian energi listrik yang akan men-charge tabung listrik dengan pembangkit lokal di setiap desa dari tenaga surya, grid, pembangkit mikro hidro, dan biomassa,” terang Zulkifli.
Dampak Covid-19 Terhadap Infrastruktur Listrik
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Rida Mulyana mengatakan pandemi Covid-19 berdampak pada pengerjaan proyek pembangkit 35.000 MW. Rida mengatakan setidaknya ada tujuh (7) proyek dengan kapasitas 6.510 MW yang diidentifikasi mengalami keterlambatan.
Ketujuh proyek tersebut di antaranya lima proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), satu proyek listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) dan satu Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Secara keseluruhan, lambatnya progress ketujuh proyek tersebut berkaitan dengan mobilisasi tenaga kerja dan pengiriman material yang macet.
Dari lima PLTU, pembangkit pertama yang diidentifikasi terhambat pengerjaannya adalah PLTU Meulaboh 3 dan 4 yang merupakan pembangkit berkapasitas total 400 MW. “Hingga Semester I 2020 proyek pembangkit listrik ini ini baru mencapai 22 persen atau tidak menunjukan progress yang signifikan dari akhir Februari 2020,” kata Rida pada konferensi pers virtual yang dihadiri wartawan GATRA review, M. Almer Sidqi, Kamis (30/7).
Rida mengatakan terhambatnya pengerjaan tujuh proyek pembangkit tersebut bakal berdampak pada kenaikan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik dan penurunan keandalan. Selain itu, Rida juga mengidentifikasi adanya 55 proyek transmisi dan gardu induk yang ikut terdampak Covid-19. Hal tersebut terjadi lantaran banyaknya komponen impor yang sulit masuk ke pelabuhan karena beberapa negara melakukan lockdown.
Ia menerapkan kebijakan beberapa negara yang menerapkan lockdown atau pembatasan aktivitas turut memengaruhi capaian realisasi investasi kelistrikan sepanjang semester I-2020. Sebab beberapa peralatan yang dipesan dari luar negeri tak dapat masuk ke Indonesia. “Mudah-mudahan kalau semua lockdown dibuka, ada akselerasi pada Juli-Agustus 2020 sehingga target investasi bisa tercapai,” kata Rida.
Proyek Listrik Tepat Manfaat bagi Masyarakat
Pengamat ekonomi energi, Fahmy Rodhy mengatakan capaian pemerintah dalam program elektrifikasi nasional cukup berhasil. Namun demikian pemerintah perlu memperhatikan distribusi listrik yang merata di semua wilayah.
“Kalau kita lihat indikator rasio elektrifikasi, sekarang kan sudah mencapai 98% lebih. Jadi hanya kurang sekitar 1%. Utamanya memang di daerah-daerah terluar, di daerah-daerah perbatasan, juga daerah terpencil yang belum terjangkau tadi karena daerahnya sulit,” ujar Fahmy ketika dihubungi wartawan GATRA review Ryan Puspa Bangsa.
Ia mengatakan investasi di sektor ketenagalistrikan berbiaya besar. Oleh karenanya PLN tidak bisa sendirian dalam kebijakan penyediaan pasokan listrik dan disarankan bekerja sama dengan swasta. “Maka harus dengan IPP (Independent Power Producer). Nanti swasta kan tidak bisa mendistribusikannya sendiri, mereka harus menjualnya ke PLN dengan harga yang ditetapkan pemerintah. Termasuk pembangunan pembangkit listrik 35.000 watt itu kan juga dalam rangka mencapai 100% elektrifikasi di samping untuk kebutuhan industri,” katanya.
Fahmy mengatakan pandemi Covid-19 turut menganggu penyelesaian proyek ketenagalistrikan meski PLN berdalih aktivitas pembangunan tak terhambat wabah corona. “Jadi pada saat merencanakan pembangunan pembangkit listrik 35.000 watt itu kan asumsinya ada pertumbuhan ekonomi sebesar 7% sehingga ada tambahan kebutuhan listrik pada industri. Tapi ternyata memang pertumbuhan kita stagnan di 5,2%, bahkan sekarang pertumbuhan ekonominya malah minus,” ujarnya.
Tantangan lain yang dihadapi yakni terjadinya penurunan demand listrik terutama industri di saat pandemi Covid-19. “Industri kan banyak yang berhenti produksi sehingga dalam kondisi pandemi ini tidak ada potensi untuk menyelesaikan [proyek] atau menambah pasokan listrik tadi. Kalau itu tetap dilakukan maka yang terjadi adalah oversupply. Kalau oversupply nanti malah ditanggung oleh PLN, itu berat”.
Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada itu menyebutkan dalam kondisi saat ini pemerintah tidak perlu mengejar penyelesaian infatruktur pembangkit 35.000 watt. Hal yang paling pokok adalah memastikan distribusi listrik terjamin ke masyarakat dengan beban yang wajar. Karena selama ini masyarakat kerap mengeluhkan mahalnya tarif listrik atau harga yang tak masuk akal.
“Dalam penyediaan infrastruktur untuk pembangkit distribusi saya kira enggak masalah. Bahkan [proyek] yang 35.000 watt itu sebaiknya ditunda dulu karena akan terjadi oversupply. Sekarang bagaimana kebijakan pemerintah untuk mengurangi beban konsumen, khususnya konsumen rumah tangga yang tidak mampu,” pungkasnya.
Andhika Dinata dan Wahyu Wachid Anshory