Semarang, Gatra.com - Juru Bicara Kementerian Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan dari data yang dihimpun, usaha mikro kecil menengah (UMKM) berkontribusi besar pada perekenomian nasional dan menyerap tenaga kerja paling banyak.
UMKM menyumbang 60 % terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), dan menyerap 97 % tenaga kerja. Namun itu berbanding terbalik dengan layanan finansial yang diperoleh sektor UMKM. Porsi kredit UMKM dari perbankan hanya 19,6 %. Dan itu sebagian besar dari bank-bank BUMN.
"Akses finansial itu antara lain yang membuat sektor usaha mikro masih mendominasi UMKM kita selama 10 tahun terakhir. UMKM yang mampu terlibat dalam rantai perdagangan di Asia Tenggara juga cuma 6,3 %," ujarnya saat menjadi pembicara pada Webinar Komitmen RUU Cipta Kerja Pada Usaha Kecil dan Menengah, yang digelar Kamar Dagang Industri (Kadin) Kota Semarang, Rabu (23/9) malam.
Selain Yustinus Prastowo, Webinar juga menghadirkan Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang Bambang Suranggono, Ketua Kadin Kota Semarang Arnaz Agus Adrarasmara. Adapula, salah seorang pelaku dan pembina banyak pengusaha kecil di Semarang Naneth Ekopriyono.
Selama pandemi, sektor usaha kecil dan menengah ini juga yang paling keras terdampak. Catatan Kemenkeu, sektor Usaha Menengah-Besar yang terdampak 82 %. Sementara sektor Usaha Menengah Kecil yang terdampak 84 %.
Dalam catatan Kementerian Keuangan, tiga sektor usaha kecil dan menengah yang paling terdampak wabah adalah sektor akomodasi dan makan-minum (92,47 %), sektor transportasi dan pergudangan (90,34 %), dan sektor lainnya (90,34 %).
Mengutip hasil kajian LIPI terakhir terkait dampak pandemi terhadap kinerja UMKM, Yustinus menambahkan, usaha yang relatif kurang terdampak pandemi adalah usaha yang berbasis online. "Sementara usaha mikro dan kecil umumnya masih mengandalkan toko/kios/lapak fisik," tambahnya.
Kajian LIPI menyebut bidang usaha yang paling besar penurunan penjualan di masa pandemi adalah industri pengolahan. Lebih 35 % pelaku di industri pengolahan ini mengalami penurunan penjualan lebih dari 75 %. Disusul bidang usaha perdagangan besar dan eceran. Hampir 20 % usaha di bidang ini mengalami penurunan penjulan di atas 75 %.
Kondisi-kondisi seperti di atas, jelas dia, menjadikan sektor UMKM termasuk klaster pokok dalam RUU Cipta Kerja. Tujuan pokok klaster UMKM dalam RUU Cipta Kerja, tambah Yustinus, adalah untuk meningkatkan kemudahan, lebih memberdayakan, dan meningkatkan perlindungan terhadap Usaha Mikro Kecil dan Menengah.
"Upaya pemberdayaan UMKM yang terdapat dalam RUU Cipta Kerja tidak bertujuan hanya parsial. Tapi hendak membangun ekosistem dengan regulasi yang bagus, berkepastian hukum. RUU Cipta Kerja tidak hanya menyentuh perizinan, tapi juga permodalan, sistem pembayaran, dan juga kemitraannya dengan usaha besar," tegasnya.
Dalam hal perizinan, RUU Cipta Kerja akan memberlakukan perizinan tunggal. Selama ini perizinan bagi UMKM terlalu banyak. Ada SNI, perizinan berusaha, izin edar, sertifikasi halal, dan lain-lain. "Dengan RUU Cipta Kerja, perizinan bagi UMKM cukup satu tapi bisa digunakan untuk semuanya. Dengan demikian akan lebih efisien dan memudahkan bagi pelaku usaha," bebernya.
RUU Cipta Kerja juga akan mendorong Pemerintah untuk memperbaiki basis data terkait UMKM dan pengelolaannya dibuat lebih terpadu. "Selama ini data terkait UMKM berserak di berbagai kementerian. Sehingga pengelolaan dan pembinaannya sering tidak tepat sasaran," tambah Yustinus.
RUU juga dipastikan akan memberi berbagai insentif untuk pemberdayaan UMKM. Insentif tersebut berupa pengurangan pajak penghasilan, subsidi biaya perizinan, hinggga insentif kepabeanan (bea masuk). "RUU Cipta Kerja juga memastikan kegiatan usaha sektor UMKM ini dapat dijadikan jaminan untuk memperoleh kredit program," tandas Yustinus Prastowo.
Selain membangun akses permodalan lewat kemudahan jaminan kredit, RUU Cipta Kerja juga akan menyediakan Dana Alokasi Khusus (DAK). DAK ini disediakan sebagai bentuk dukungan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah untuk memberdayakan dan mengembangkan UMKM. "Dengan DAK ini, Pemda diharapkan punya cukup sumber daya untuk memberdayakan dan mengembangkan UMKM," tambah Prastowo.
Lalu, RUU Cipta Kerja juga mengatur soal kemitraan UMKM dengan usaha besar. "Ada mandat yang jelas agar Pemerintah dan Pemerintah Daerah lebih aktif mendorong kemitraan. Supaya UMKM tidak lagi hanya di pinggiran, tapi juga menyentuh bisnis inti. Dengan begitu, UMKM bisa menjadi industri komponen bagi usaha menengah dan besar. "Jadi, paradigma ketentuan-ketentuan UMKM dalam RUU Cipta Kerja menurut hemat kami sangat bagus. Jelas ada keberpihakan, dan kongkrit menjawab kebutuhan saat ini," terangnya.
"Karena itu, kita sangat menunggu RUU Cipta Kerja ini bisa diselesaikan secepatnya. Supaya pelaku UMKM segera berdaya dan naik kelas," pungkas Yustinus Prastowo.