Pekanbaru, Gatra.com - Di banding tahun-tahun sebelumnya, tahun ini menjadi tahun yang paling berat bagi Manggala Agni.
Maklum, pasukan ini tidak bisa sebebas dulu lagi mengumpulkan dan mengerahkan orang demi mengantisipasi munculnya kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Sosialisasi karhutla pun sudah harus dari rumah ke rumah, tak bisa lagi mengumpulkan orang di satu tempat.
"Protokol kesehatan musti selalu kita jalankan lantaran kita sedang berhadapan dengan pandemi Covid-19. Kita enggak mau ada bencana ganda," kata Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan Lahan (PKHL) KLHK, Basar Manullang, dalam siaran pers yang diterima Gatra.com, Rabu (23/9).
Walau berat, Basar memastikan kalau pihaknya tak akan mengurangi konsistensi di lapangan.
Basar kemudian menyebut kalau sepanjang tahun ini, Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) sudah dilakukan di Riau, Jambi, Sumatera Selatan (Sumsel) dan Kalimantan Barat (Kalbar).
Khusus di Riau, operasi TMC malah sudah tiga periode; 18 Februari hingga 2 April, 14 hingga 31 Mei, dan 12 Agustus hingga sekarang.
Riau mendapat perlakuan khusus lantaran daerah ini dijejali lebih dari 4 juta hektar gambut. Sementara kalau tidak ditangani dengan baik, gambut akan sangat rawan menjadi sumber karhutla.
Untuk penanganan terbaik itulah makanya di Riau Manggala Agni membikin empat Daerah Operasional (Daops); Pekanbaru, Siak, Rengat, Dumai.
Tak terasa, sudah 18 tahun --- berdiri sejak 13 September 2002 di Riau, Sumatera Utara (Sumut), Jambi, Kalimantan Barat (Kalbar) dan Kalimantan Tengah (Kalteng) pasukan anti karhutla ini ada.
Selama itu kata Basar, KLHK bersama pemerintah daerah TNI, POLRI, swasta dan masyarakat, terus membangun sinergitas untuk pengendalian karhutla itu. "Kami berharap sinergitas ini terjaga dan semakin lebih baik lagi," Basar berharap.
Penataan regulasi ekosistem gambut, menjaga kondisi gambut tetap basah dengan membangun sekat kanal, embung serta rehabilitasi lahan gambut menjadi bagian dari sinergitas itu.
Lalu pengawasan dan pembinaan bagi pemegang izin pengusahaan kehutanan dan perkebunan, peningkatan penyadartahuan pencegahan karhutla dan pemberdayaan masyarakat untuk usaha ekonomi alternatif juga dilakukan.
Saat ini kata Basar, paradigma penanganan Kahutla sudah bergeser dari pemadaman menjadi pencegahan.
Pencegahan dilakukan sejak fase awal sampai fase krisis.
Salah satu upaya pencegahan tadi antara lain dengan rekayasa hujan; Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) yang dilakukan oleh KLHK, BNPB, BPPT, TNI AU, BMKG, Satgas Dalkarhutla Provinsi dan mitra kerja. Pada operasi semacam ini, bukan cuma penanganan karhutla yang jadi tujuan.
Sebab dengan adanya hujan buatan ini, bisa pula membasahi gambut, mengisi kanal, embung dan kolam retensi.
Menurut Basar, sesungguhnya penanganan Karhutla itu adalah tanggung jawab semua sektor terkait, baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta dan masyarakat.
"Sebagai Brigade Pengendalian Karhutla KLHK, kita berharap Manggala Agni bisa mendorong peran semua sektor tadi, baik yang bertindak sebagai pembuat kebijakan, juga pemangku kawasan hutan dan lahan," katanya.
Tugas besar ini perlu didukung peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Status kepegawaian Manggala Agni juga musti menjadi perhatian serius KLHK.
KLHK kata Basar berupaya menjadikan Manggala Agni sebagai Centre of Excelence. Artinya, lembaga ini musti bisa berbagi ilmu dan kemampuan serta keterampilan dalam penanganan Karhutla kepada semua pihak terkait dan kemudian sama-sama mencegah terjadinya karhutla itu.
Koordinator Wilayah Manggala Agni Riau, Edwin Putra mengamini apa yang dibilang Basar tadi.
Sejak mewabahnya Covid-19, ada sejumlah perubahan yang dilakukan di lapangan, khususnya yang berkaitan dengan masyarakat.
"Meski tidak bertemu langsung, komunikasi dan informasi tetap terjaga. Ini adalah upaya kami untuk tetap menjaga sinergitas dalam pengendalian karhutla," katanya.