Home Olahraga Sengketa Tanah di Trek Kuda Besi

Sengketa Tanah di Trek Kuda Besi

Pembangunan kawasan sirkuit MotoGP terhambat sengketa lahan. Belasan warga menolak diungsikan karena mengeklaim memiliki hak atas sejumlah lahan. Pengelola mengeklaim masalah ganti rugi sudah selesai.


Membangun kawasan sirkuit Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), ternyata tak semulus trek yang dibuat. Ganjalan datang ketika proses land clearing (pengosongan lahan) yang masih dihuni oleh warga dimulai. Sengketa pun terjadi antara warga dan pihak Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) selaku pengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika Resort.

Belasan warga menolak mengosongkan lahan yang nantinya akan dijadikan sirkuit MotoGP ini. Warga merasa lahan itu masih milik mereka dan persoalan tidak tuntas karena belum dibayar oleh pihak pengembang.

Menurut Arifin Tomy, perwakilan warga Kuta, Lombok Tengah, warga memiliki sertifikat atas tanah tersebut dan menolak pindah jika tanahnya belum dibayar. "Kami tak permasalahkan harga, tergantung ketentuan hasil appraisal. Luas tanah saya 1,75 hektare berada di dua lokasi," katanya kepada GATRA.

Arifin menuturkan, dalam surat keputusan Gubernur NTB, lahan enclave yang harus diselesaikan oleh ITDC itu seluas 98 hektare dengan jumlah pemilik lahan 49 orang—termasuk 11 warga yang saat ini masih belum diselesaikan dan belum menerima pembayaran.

Soal penolakan warga tersebut, tentu saja membuat proyek KEK Mandalika yang telah diresmikan Presiden Joko Widodo pada Oktober 2017 dan ditargetkan rampung akhir 2020 itu, terancam molor. Sebelumnya, Direktur Utama ITDC, Abdulbar M Mansoer, sempat mengatakan bahwa pembangunan Mandalika secara keseluruhan telah mencapai lebih dari 40% dan ditargetkan selesai pada Juni 2021.

Pihak ITDC menyatakan, pembangunan kawasan sirkuit di atas lahan seluas 1.075 hektare itu tidak terpengaruh persoalan lahan, sehingga pembangunan sesuai jadwal dan gelaran MotoGP bisa terselenggara pada Oktober 2021. Sekretaris Perusahaan ITDC, Miranti Nasti Rendranti, mengatakan bahwa pihaknya akan menyelesaikan sengketa lahan di Mandalika secara menyeluruh dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

ITDC akan berkoordinasi dengan Forkopimda Provinsi dan Forkopimda Kabupaten dalam penyelesaian polemik tersebut. "Jika ada pihak-pihak yang merasa dirugikan dan atau masih memiliki permasalahan mengenai lahan dimaksud, ITDC mempersilakan agar pihak-pihak tersebut mengajukan upaya hukum ke pengadilan," tutur Miranti saat dihubungi Dwi Reka Barokah dari GATRA, Senin lalu.

Miranti mengeklaim, ITDC telah mematuhi aturan dalam pembangunan sirkuit. Ia memastikan status lahan yang dibangun telah berstatus clean and clear dan masuk dalam hak pengelolaan lahan (HPL). Sayangnya, ia tak menjelaskan total keseluruhan berapa luas lahan yang berpolemik dengan warga. Ia hanya menjelaskan, ITDC sedang dalam proses pembebasan lahan milik warga senilai Rp16,9 miliar. Pembebasan lahan ini merupakan hasil appraisal sembilan bidang lahan enclave seluas 1,69 hektare.

"Pembayaran ganti rugi untuk tanah-tanah enclave akan dilakukan melalui proses konsinyasi di Pengadilan Negeri Praya, sesuai ketentuan dalam UU Nomor 2 Tahun 2012 (tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum)," ujar Miranti.

***

Wakil Direktur Reserse, Kriminal, dan Umum (Reskrimum) Kepolisian Daerah (Polda) NTB, AKBP Awan Hariono, menyatakan bahwa tim penyelesaian lahan di Sirkuit MotoGP Mandalika telah memverifikasi data kepemilikan lahan. Terdapat 12 bidang lahan warga yang tidak memiliki alas hak yang jelas.

Awan pun mempersilakan warga yang mengeklaim bahwa itu merupakan tanahnya, untuk melakukan gugatan ke pengadilan. "Kita harapkan masyarakat yang mengakui lahan itu merupakan lahan miliknya, disarankan untuk menempuh jalur hukum. Jika itu merupakan alas haknya, pasti akan dibayar," ujarnya.

Menurut Awan, lahan yang diklaim warga sebenarnya sudah dibayar pihak PT ITDC. Pembayaran dilakukan sejak 1992 hingga 1996, lengkap dengan bukti pembayaran. Pemilik lahan sebelumnya telah menjual tanah di dua tempat. Namun setelah diverifikasi, ternyata pihak PT ITDC yang membayar terlebih dahulu, sehingga masyarakat yang memiliki atas hak yang jelas, bakal mendapatkan ganti rugi. Dari hasil verifikasi, ditemukan sebanyak 42 lahan yang masuk tanah enclave di lahan MotoGP. "Saat ini masih dalam proses pembayaran ganti rugi. Jadi, semua sudah clear," ucapnya.

Meski demikian, ITDC bersama Pemkab Lombok Tengah, sedang menyiapkan lahan 2,5 hektare untuk lokasi relokasi sementara bagi warga yang tidak memiliki bukti kepemilikan tanah di kawasan itu. Lahan tersebut berada di HPL 94 milik ITDC di Desa Mertak, Lombok Tengah. Penggunaan lahan milik ITDC itu bersifat pinjam pakai atas dasar surat dari Bupati Lombok Tengah kepada ITDC untuk peminjaman lahan tersebut.

Nantinya, lahan tersebut dipersiapkan bagi 121 KK yang menempati area di sekitar Jalan Khusus Kawasan (JKK) The Mandalika. Namun, ternyata mereka terbukti tidak memiliki surat kepemilikan tanah yang sah.

Menurut Direktur Konstruksi dan Operasi ITDC, Ngurah Wirawan, ITDC juga akan menyiapkan infrastruktur dasar seperti sumur, listrik, toilet, tempat sampah, drainase, hingga kandang komunal. Di lokasi hunian sementara, masing-masing KK akan menempati kaveling dengan luas sekitar 100 meter untuk digunakan sebagai tempat tinggal.

Terkait kisruh lahan sirkuit MotoGP dengan warga, ternyata belum ada laporan apa pun kepada Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Dihubungi lewat aplikasi pesan WhatsApp, Sekretaris Kemenpora (Sesmenpora) mengatakan bahwa pihaknya belum mengetahui soal kejadian tersebut. "Belum tahu, Mas," ujarnya singkat kepada GATRA.

Di sisi lain, Anggota Komisi X DPR RI, Andreas Hugo Pareira, menilai sengketa lahan yang ada di Mandalika, harus diusut asal muasalnya. "Model sengketa seperti ini terjadi biasanya karena ahli warisnya lebih dari satu orang, sehingga memang harus ditelusuri kasus ini," ucapnya kepada Wartawan GATRA, Muhammad Guruh Nuary.

Menurut Andreas, persoalan itu muncul bisa juga karena memang ITDC belum membayar. "Atau bisa jadi ITDC sudah membayar, tetapi bukan kepada pemilik atau ahli warisnya. Bisa jadi ahli warisnya lebih dari satu orang, sehingga sudah dibayar tetapi ada ahli waris yang belum kebagian, sehingga harus ditelusuri lagi kasusnya," tuturnya.

Bagi Andreas, sengketa seperti ini sangat mengganggu jalannya pembangunan sirkuit. Meski demikian, pembangunan tersebut tidak menekan APBN yang ada, sebab dananya berasal dari ITDC sebagai pihak swasta. "Bisa jadi, tetapi ini bukan APBN, tetapi dana ITDC. Ya, pasti mengganggu. Spekulasi tanah dan permainan makelar sering kali menghambat proses pembebasan tanah. Kalau ada permainan atau klaim di luar hak, ya perlu dilakukan tindakan tegas sesuai hukum yang berlaku," ucapnya.

Oleh karena itu, politisi PDI Perjuangan ini meminta kepada ITDC agar cepat merampungkan pembangunan yang ada. Agar rencana yang sudah dijadwalkan tidak terganggu nantinya. "DPR tetap meminta pembangunan sirkuit ini tetap dilanjutkan dan rampung sesuai jadwal agar tidak terganggu rencana persiapan dan penyelenggaraan," ujarnya.

Andreas berharap, sebelum sengketa ini membuat malu nama Indonesia di kancah dunia, tindakan ITDC harus cepat dan tepat dalam menangani sengketa ini. "Ya, jelas akan sangat memalukan, karena ini menyangkut reputasi dan kredibilitas Indonesia di mata dunia. Istilahnya, ke dalam saja kita belum beres, malah bersaing di dunia internasional," sindirnya.

Untuk menghindari malu di dunia internasional, Andreas mengimbau agar pembangunan harus berjalan sesuai jadwal. Kemudian, segera ditelusuri penyebab terjadinya polemik. "Lalu, apabila teridentifikasi penyebabnya, kalau memang ada yang belum dibayar, ITDC harus segera bayar. Selanjutnya, apabila sudah dibayar, tapi ada pihak yang mengaku belum dibayar, karena ada permainan, maka perlu dilakukan penegakan hukum," tuturnya.

Gandhi Achmad dan Hernawardi (Lombok)