Home Internasional PM Baru Jepang dan Kabinetnya

PM Baru Jepang dan Kabinetnya

Yoshihide Suga (71) terpilih menjadi Perdana Menteri baru Jepang, menggantikan Shinzo Abe. Ia mengangkat sejumlah menteri Abe dan berjanji melanjutkan kebijakan pendahulunya itu. Akan ada inisiatif bertemu dengan Pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un?


Beberapa hari setelah terpilih sebagai Perdana Menteri Jepang, Yoshihide Suga mengatakan, telah melangsungkan pembicaraan dengan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Seperti diketahui, PM Jepang sebelumnya, Shinzo Abe, menjalin hubungan akrab dengan Trump; kerap main golf bersama dan saling telepon membicarakan perkembangan politik dan ekonomi global.

"Saya mengatakan padanya bahwa aliansi Jepang-AS adalah fondasi dari keamanan dan stabilitas di regional ini. Kami sepakat untuk berkoordinasi secara erat," ucap Suga.  

Wakil Kepala Sekretaris Kabinet, Manabu Sakai, seperti dilaporkan Reuters, menyebutkan bahwa pembicaraan telepon Suga-Trump itu berlangsung selama 25 menit. Kedua kepala negara bertukar pikiran soal pandangan mereka atas Cina. Sakai menolak menjelaskan detail pembicaraannya seperti apa, tetapi yang jelas Suga dinilai menghadapi tantangan menyeimbangkan hubungan dengan AS sekaligus Cina, mengingat kedua negara tersebut terus berkonfrontasi.

Selain urusan Cina, keduanya juga sepakat memperkuat kerja sama bilateral terkait pengembangan pengobatan dan vaksin Covid-19. Tak lupa pula berjanji saling membantu dalam masalah Korea Utara (Korut), termasuk menghadapi isu soal warga negara Jepang yang diculik Korut puluhan tahun lalu.

***

Suga (71 tahun) menang dengan mulus dalam pemilihan di DPR (atau disebut Diet) pada 16 September lalu. Partai pengusungnya, Partai Demokrat Liberal (Liberal Democratic Party/LDP) adalah pemilik suara mayoritas di Majelis Rendah. Di parlemen Jepang, Majelis Rendah memiliki posisi lebih kuat dibanding Majelis Tinggi. 

Ketika Suga berhasil mengalahkan dua pesaingnya memperebutkan kursi Ketua Umum Partai LDP pada Senin, 14 September 2020, itu sama saja artinya ia sudah menjadi PM. Dengan demikian, pemilihan di Diet dua hari kemudian lebih merupakan formalitas administratif. Setelah itu, Suga dilantik oleh Kaisar Naruhito di Istana Kekaisaran.

Dengan dukungan dari Partai LDP yang berkuasa dan mitra koalisi junior Komeito, Suga menerima 314 suara dari 465 anggota Majelis Rendah dan 142 suara dari 245 anggota Majelis Tinggi. Sebelumnya, ia merupakan Kepala Sekretaris Kabinet dengan jabatan terlama, yakni 2.822 hari, atau nyaris selama masa pemerintahan PM Abe. 

Dilaporkan Asahi Shimbun, Suga langsung membentuk pemerintahannya pada 16 September. Suga menepati janjinya selama kampanye untuk kepresidenan LDP bahwa ia akan melanjutkan kebijakan yang ditetapkan oleh pendahulunya. Ia memutuskan untuk mempertahankan sejumlah menteri Abe.

Menteri yang dipertahankan, antara lain Menteri Keuangan Taro Aso, Menteri Luar Negeri Toshimitsu Motegi, Menteri Lingkungan Shinjiro Koizumi, dan Menteri Pendidikan Koichi Hagiuda. Suga menggeser posisi Katsunobu Kato yang sebelumnya Menteri Kesehatan, menjadi Kepala Sekretaris Kabinet. Kato adalah orang kepercayaan Abe dan juga menjabat di bawah Suga sebagai Wakil Kepala Sekretaris Kabinet. Anggota parlemen yang memegang jabatan di kabinet Abe sebelumnya akan dihadirkan kembali, seperti Menteri Kehakiman baru, Yoko Kamikawa, dan Menteri Kesehatan baru, Norihisa Tamura.

Tidak ada perubahan besar dalam pos-pos utama LDP, karena Suga tetap mempertahankan Toshihiro Nikai sebagai Sekretaris Jenderal dan Hiroshi Moriyama sebagai Ketua Komite Urusan Diet. Rekan lamanya, Hiroto Izumi tetap menjabat penasihat khusus perdana menteri.

Suga menegaskan, pihaknya ingin mendorong deregulasi yang lebih besar dan membuat lembaga digitalisasi yang akan meningkatkan penggunaan internet dalam menangani urusan administrasi. Pandemi Covid-19 rupanya menegaskan fakta bahwa kantor pemerintah ketinggalan zaman dalam melayani warga untuk menyelesaikan dokumen dari jarak jauh. "Saya ingin memastikan agar pandemi terkendali terlebih dahulu sebelum membuat keputusan politik yang penting," ujarnya.

Di sisi lain, Suga tidak memiliki banyak pengalaman dalam urusan luar negeri dan keamanan nasional, sehingga masih harus dilihat inisiatif kebijakan seperti apa yang ia buat di bidang tersebut. Namun ia menyebut, hubungan dekat dengan AS tetap menjadi dasar kebijakan luar negeri Jepang.

Suga berjanji untuk terus maju dengan kebijakan utama pendahulunya, termasuk upaya untuk melejitkan ekonomi dan merevisi konstitusi Jepang pascaperang, yang membatasi penggunaan militer Jepang. "Menghidupkan kembali ekonomi tetap menjadi prioritas utama pemerintahan," ucapnya, dilansir NPR.

***

Kontinuitas memang menjadi isu yang kerap meresahkan warga Jepang. Sebelum Abe memecahkan rekor sebagai PM terlama selama delapan tahun, Jepang pernah gonta-ganti enam PM selama enam tahun. Termasuk di rentang waktu ini adalah masa pemerintahan satu tahun PM Abe. Kala itu, ia juga mundur karena penyakit usus kronis yang ia derita. Alasan serupa yang membuat Abe kembali berhenti dari jabatan PM pada Jumat, 28 Agustus 2020. 

Setelah terpilih untuk memimpin Partai LDP, Suga memperkenalkan dirinya kepada wartawan sebagai putra tertua petani di Prefektur Akita. Tanpa terlahir dengan ikatan kekuasaan, ia harus terjun ke politik dan mulai dari awal. Setelah menjajal beberapa pekerjaan, termasuk di pabrik karton dan pasar ikan, ia menjadi Sekretaris Anggota Parlemen kemudian Anggota Dewan Kota di Yokohama.

Berbanding terbalik, Abe adalah turunan darah biru politik. Ia merupakan cucu PM Nobusuke Kishi. Sejumlah analis menilai, kisah Suga memang termasuk langka di bisnis politik turun-temurun Jepang. "Sebagai seorang politisi, saya tidak berpikir latar belakangnya yang sederhana menjadi masalah sekarang," Ahli Jepang di Wilson Center di Washington, D.C., Shihoko Goto, berkomentar tentang Suga. "Ia adalah seorang pelaku politik yang sempurna. Jadi, ia harus bisa terus mengumpulkan dukungan untuk dirinya sendiri." 

Suga kerap dipandang sebagai politisi efektif. Sebagai Kepala Sekretaris Kabinet, ia menjaga para birokrat di Kasumigaseki, distrik di Tokyo yang merupakan lokasi kementerian Jepang, tetap sejalan dengan visi PM. Adapun sebagai Kepala Juru Bicara Pemerintah, ia terbiasa berhubungan dengan pers. Ia kerap menangkis pertanyaan dari wartawan tentang serangkaian skandal kronisme yang melanda Abe.

Selain isu kontinuitas, Suga mengisyaratkan inisiatif baru. Ia menyatakan kesediaan untuk bertemu dengan pemimpin Korea Utara, Kim Jong Un, dan menyelesaikan masalah penculikan warga negara Jepang oleh negara itu. Ia juga berbicara tentang rencana meluncurkan sebuah badan pemerintah untuk mendigitalkan alur kerja birokrasi yang terikat kertas.

Di sisi ekonomi, beberapa pengamat mempertanyakan apakah Suga atau pemimpin Jepang mana pun dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang kuat. Hal ini karena Jepang sedang berjuang menghadapi utang publik yang besar, dan populasi menyusut serta menua dengan cepat.

Beberapa ahli mengusulkan model "pasca-pertumbuhan" di mana Jepang tidak lagi mengejar angka produk domestik bruto (PDB), penambahan kereta super cepat, atau kapal induk. Sebaliknya, pemimpin diharapkan menekankan kualitas hidup dan kelestarian lingkungan. Namun Suga dan Abe jelas bukan penggemar pendekatan ini.

Langkah berikutnya yang harus disiapkan Suga, yaitu mendapat dukungan publik dengan memenangkan pemilihan umum. Secara hukum, pemungutan suara itu harus diadakan sebelum September 2021. Mempercepat pelaksanaannya, bisa memberi Suga dorongan politik yang cepat. Namun tentu saja pandemi saat ini bisa membuat percepatan pemilu itu sulit.

Flora Libra Yanti