Pekanbaru, Gatra.com – Meski dijejali gurat lelah, sumringah Zulfadli akhirnya berpendar juga, bercampur haru. “Alhamdulillah,” lirih ucapan Kepala Dinas Perkebunan (Disbun) Riau ini sambil menatap wajah Gulat Medali Emas Manurung, Plh Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPW-Apkasindo) yang kebetulan duduk tak jauh di depannya.
Di luar aula UPT Balai Pelatihan Penyuluhan Pertanian (BP3) Riau di kawasan Marpoyan Ujung Pekanbaru, Riau, itu, suara jangkrik bersahutan mengiringi tuntasnya pembahasan Peraturan Gubernur Riau tentang Tata Niaga Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit .
Gulat kandidat doktor lingkungan Universitas Riau itu, melirik Aigner yang melingkar di pergelangan tangan kirinya; pukul 19:20 Wib. “Ini menjadi sejarah baru bagi pekebun di Riau. Seorang kepala dinas baru, tuntas membikin Pergub perdana kelapa sawit Riau,” ujar Ketua Umum DPP Apkasindo ini balas menengok Zulfadli.
Gelak tawa yang dihadiri oleh perwakilan Apkasindo, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perkebunan Inti Rakyat (ASPEK PIR), Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Riau dan Disbun Riau, berpendar di ruangan itu.
Sesungguhnya, empat hari berjibaku merampungkan Pergub itu, bukan sesuatu yang mudah bagi Zul dan timnya, marathon pula. Sementara Zul orang baru di lingkungan perkebunan. Waktu di Kabupaten Bengkalis, dia mengurusi politik; jadi Sekretaris DPRD setempat.
Model pembahasan Pergub itu, dipersentasekan pasal demi pasal. Ahli Tataniaga Sawit, Prof. Dr. Ponten Naibaho, M.Sc, ikut menguliti. Dia nongol secara virtual.
Yang belakangan membikin Zul rempong, di sepanjang proses penggodokan Pergub tadi menjadi draft, sempat terjadi kisruh antara asosiasi pekebun ---- Apkasindo dan ASPEK PIR --- dengan GAPKI.
Adalah Biaya Operasional Tidak Langsung (BOTL) yang menjadi pokok persoalan. Sebagai organisasi pekebun terbesar di Riau, Apkasindo minta pemakaian duit BOTL yang dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) dipatok 2,63% itu, transparan, jelas pelaporannya, terutama duit yang 1%. Sebab peruntukan duit yang 1% itu memang untuk pembinaan pekebun dan lembaga pekebun.
ASPEK PIR yang ternyata juga tak merasakan manfaat BOTL tadi, menyusul protes. Ketegangan semakin terasa, sampai-sampai Apkasindo minta supaya pembahasan Penetapan Harga TBS yang saban hari Selasa diumumkan itu, distop dulu.
Puncaknya, perang argumen pada penetapan harga periode 8-12 September 2020 sempat diwarnai aksi gebrak meja. GAPKI mengancam meninggalkan dan keluar dari ruang penetapan harga TBS di lantai dua Kantor Disbun Riau di kawasan jalan Cut Nyak Dien Pekanbaru. Apkasindo menanggapi dingin; no problem, monggo keluar.
Tapi semua itu menjadi urung setelah Zul menengahi. Tempramen masing-masing turun, semuanya kemudian sepakat kalau BOTL akan dibahas saat pembahasan Pergub Tataniaga TBS.
Kesepakatan itu dibikin tertulis dan diteken oleh ketiga organisasi kelapa sawit tadi, Kadisbun Riau juga ikut menekan. Kesepakatan rampung, harga TBS pun diumumkan.
“Itulah yang menjadi salah satu persoalan kenapa pembahasan Pergub TBS dilakukan marathon. Alhamdulillah, di Pergub, semua dibuka selebar-lebarnya,” kata Zul.
Ada tiga model yang dipakai pada tahapan pembahasan Pergub itu; pertama antara Disbun dengan Apkasindo dan ASPEK PIR, lalu hari kedua antara Disbun dan GAPKI. Kemudian di hari ketiga, barulah dilanjutkan dengan menggabungkan tiga organisasi sawit tadi plus pakar Tataniaga Sawit Prof. Ponten Naibaho.
Tapi lantaran alotnya pembahasan, hari ketiga tidak cukup. Itulah makanya dilanjut di hari keempat, Sabtu 19 September 2020,” Pembahasan terpaksa dilakukan hingga malam, yang penting tuntas,” cerita Zul kepada Gatra.com, Senin (21/9).
Zul menegaskan, Gubernur Riau melalui Dinas Perkebunan hanya meminta pendapat dari tiga organisasi sawit soal Draft Pergub itu. “Jadi bukan merancang dari nol. Tujuannya supaya ketiga organisasi sawit ini tahu pasal demi pasal dan mencocokkan pasal yang belum cocok,” Zul mengurai.
Abdul Aziz