Home Politik Perpol 4/2020, Polemik dan Kontroversi Pamswakarsa

Perpol 4/2020, Polemik dan Kontroversi Pamswakarsa

Membedah Perpol Nomor 4 Tahun 2020, Alur Berpikir Pembentukan Pamswakarsa

Oleh: Laksamana Muda TNI (Purn.) Soleman B. Ponto*

 

Pada 5 Agustus lalu, Kapolri Jenderal (Pol) Idham Aziz menerbitkan Peraturan Kepolisian Nomor 4 tahun 2020 tentang Pamswakarsa. Dasar hukum yang menjadi pijakan pembuatan Perpol 4/2020 tentang Pamswakarsa adalah Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia. Namun menurut hemat saya, Perpol 4/2020 tentang Pamswakarsa bertentangan dengan UU 2/2002 tentang Polri.

Kita lihat, istilah pengamanan swakarsa (pamswakarsa) ada dalam UU 2/2002 tentang Polri yang diatur pada pasal 3 yang selengkapnya :

Pasal 3

(1) Pengemban fungsi kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh:

a. kepolisian khusus;

b. penyidik pegawai negeri sipil; dan/atau

c. bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.

(2) Pengemban fungsi kepolisian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b, dan c, melaksanakan fungsi kepolisian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya masing-masing.

Pada penjelasan huruf c (bentuk bentuk pengamanan swakarsa) ayat 1 pasal 3 disebutkan bahwa: Yang dimaksud dengan “bentuk-bentuk pengamanan swakarsa” adalah suatu bentuk pengamanan yang diadakan atas kemauan, kesadaran, dan kepentingan masyarakat sendiri yang kemudian memperoleh pengukuhan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia seperti satuan pengamanan lingkungan dan badan usaha di bidang jasa pengamanan.

Bentuk-bentuk pengamanan swakarsa memiliki kewenangan kepolisian terbatas dalam “lingkungan kuasa tempat” (teritoir gebied/ruimte gebied) meliputi lingkungan pemukiman, lingkungan kerja, lingkungan pendidikan. Contohnya adalah satuan pengamanan lingkungan di pemukiman, satuan pengamanan pada kawasan perkantoran atau satuan pengamanan pada pertokoan.

Pengaturan mengenai pengamanan swakarsa merupakan kewenangan kapolri. Kita lihat dari penjelasan huruf c ayat 1 pasal 3 UU 2/1002 tentang Polri, ada kata “pengaturan”. Pengaturan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah proses, cara, atau perbuatan mengatur.

Perbuatan mengatur artinya ada ada aturan atau peraturan yang diatur. Jadi kewenangan kapolri hanya mengatur aturan atau peraturan yang sudah ada saja. Peraturan yang diatur kapolri tak lain adalah aturan yang menyangkut pengamanan swakarsa.

Sehingga pengertian dari kalimat “Pengaturan mengenai pengamanan swakarsa merupakan kewenangan kapolri” adalah kapolri memiliki kewenangan mengatur pelaksanaan aturan atau peraturan tentang pengamanan swakarsa yang sudah ada. Kapolri tidak memiliki kewenangan untuk membuat aturan atau peraturan tentang pengamanan swakarsa.

Selanjutnya pada ayat 2 pasal 3 UU 2/2002 tentang Polri menyatakan bahwa pengemban fungsi kepolisian huruf a (Polisi Khusus), b (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) dan c (Pamswakarsa) dalam melaksanakan fungsi kepolisian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukumnya masing-masing. Jadi harus ada peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaan fungsi kepolisian Pamswakarsa yang akan menjadi dasar hukumnya.

Menurut UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan bahwa Undang-undang adalah salah satu dari Peraturan Perundang-Undangan yang dibentuk oleh presiden dan DPR. Artinya untuk melaksanakan fungsi Kepolisian Pamswakarsa diperlukan adanya Undang-Undang yang mengatur Pamswakarsa. Sebagai contoh, pelaksanaan fungsi Kepolisian Penyidik Pegawai Negeri Sipil (huruf b), diatur oleh Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang KUHAP.

Jadi Perpol 4/2020 tentang Pamswakarsa menurut UU 2/2002 tentang polri terbatas pada mengatur pelaksanaan undang-undang yang mengatur Pamswakarsa. Oleh karena Undang-Undang yang mengatur Pamswakarsa ini belum ada, maka Perpol 4/2020 tentang Pamswakarsa bertentangan dengan UU 2/2002 tentang Polri karena mengatur aturan di luar Undang-Undang yang mengatur Pamswakarsa.

Materi Perpol 4/2020 tentang Pamswakarsa mengatur antara lain aturan tentang tahapan perekrutan yang diatur pada pasal 4, kemudian pelaksana perekrutan yang diatur pada pasal 8, selanjutnya kepangkatan satpam yang diatur pada pasal 19 dan selanjutnya pasal 33 yang mengatur bahwa kapolri adalah pengendali para anggota satpam.

UU 2/2002 tentang Polri tidak mengatur aturan tentang perekrutan, kepangkatan dan pengendalian satpam. Sangat jelas ayat 1 Pasal 9 UU 2/2002 tentang Polri menyatakan bahwa kapolri menetapkan, menyelenggarakan, dan mengendalikan kebijakan teknis kepolisian. Tidak ada disebutkan bahwa kapolri juga pengendali anggota satpam.

Perpol 4/2020 tentang Pamswakarsa membentuk Pasukan Pamswakarsa

Menurut pasal 1 (1) Protokol II KJ 1949 pasukan yang dapat digolongkan sebagai kombatan apabila memenuhi persyaratan:

1. Memiliki suatu hierarki komando yg jelas;

2. Mempunyai kemampuan untuk melaksanakan pengawasannya terhadap wilayah tertentu;

3. Dapat melakukan serangan bersenjata secara bersama-sama;

Mari kita telusuri bersama apakah Pamswakarsa yang dibentuk Perpol 4/2020 tentang Pamswakarsa dapat memenuhi persyaratan itu.

2.1 Memiliki suatu hierarki komando yang jelas

Hireraki komando yang jelas terlihat dari adanya kepangkatan dan tanda pangkat seperti yang diatur pada pasal 19 Pasal 8 Perpol 4/2020 tentang Pamswakarsa. Pasal 8 Perpol 4/2020 tentang Pamswakarsa mengatur tentang perekruitan anggota satpam yang dilakukan oleh BUPJ yang mendapat surat rekomendasi dari polda setempat. Artinya satpam yang direkrut oleh BUPJ berada dibawah kendali polda, selanjutnya polda dibawa kendali kapolri. Penegasan kapolri sebagai pengendali para anggota satpam diatur pasal 33 Perpol 4/2020 tentang Pamswakarsa.

2.2 Mempunyai kemampuan untuk melaksanakan pengawasannya terhadap wilayah tertentu

Pasal 3 Perpol 4/2020 tentang Pamswakarsa mengatur bahwa Pamswakarsa bertugas menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungannya secara swakarsa guna mencegah terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban. Artinya Pamsakarsa ini mempunyai kemampuan melaksanakan pengawasan terhadap wilayah tertentu.

2.3 Dapat melakukan serangan bersenjata secara bersama-sama

Satpam dapat dipersenjatai sebagaimana diatur pada pasal 3 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang perizinan, pengawasan dan pengendalian senjata api nonorganik Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia dan peralatan keamanan yang digolongkan senjata api bagi pengemban fungsi kepolisian lainnya.

Artinya para satpam ini dapat melakukan serangan bersenjata secara bersama-sama apabila mereka dipersenjatai. Jadi terbukti bahwa Perpol 4/2020 tentang Pamswakarsa membentuk Pasukan Pamswakarsa.

Rawan Isu Angkatan ke 5

Pada awal 1965, Perdana Menteri Cina, Zhou En Lai berkunjung ke Jakarta. Pada kunjungan itu Zhou En lai menawarkan bantuan senjata ringan sebanyak 100 ribu pucuk kepada Indonesia. Untuk menampung senjata itu, Ketua PKI DN Aidit mengusulkan untuk mempersenjatai 15 juta masa tani dan buruh (Warta Bhakti 14 Januari 1965) yang disebut sebagai “Angkatan kelima”. Disebut Angkatan kelima karena pada tahun 1962 ketika Kepolisian Negara Republik Indonesia diintegrasikan dengan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Indonesia telah memiliki empat Angkatan.

Oleh karena sekarang ini sudah pertengahan September dimana sebentar lagi akan ada peringatan tentang Pemberontakan PKI, maka terbitnya Perpol 4/2020 tentang Pamswakarsa membentuk Pasukan Pamswakarsa, sangat rawan dapat dikait-kaitkan oleh orang-orang yang menghendaki negara ini kacau.

Kesimpulan

Mengalir dari ketiga alasan sesuai uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Perpol 4/2020 tentang Pamswakarsa dibatalkan saja. Pengaturan Pamswakarsa hendaknya dibuat Undang-Undang terlebih dahulu.

* Pengamat intelijen dan pertahanan. Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS). 

14280