Jakarta, Gatra.com - Meski masih suasana pandemi band indie pendatang baru asal Jakarta memberanikan diri menyeduh single perdananya, “Secangkir Teh”.
Menjatuhkan pilihan pada genre yang tengah laris, pop folk, dengan penguatan pada lirik membuat Baskoro, tak ada pilihan untuk mundur, band yang digawangi Luhur Baskoro dan Andre Novriyan ini pun siap tancap gas meramaikan industri musik indie Tanah Air.
Andre, vokalis Baskoro ini mengatakan, Baskoro dengan bergenre pop folk memiliki nuansa yang kuat pada akustik.
“Kenapa kami pilih pop folk? berangkat dari keinginan memiliki karya yang bisa diterima di berbagai kalangan. Kami menilai pop folk cukup untuk mempresentasikan hal tersebut,” kata Andre.
Dari awal pemilihan genre ini, kata Andre, Baskoro selalu berpikir tentang musik yang easy listening, sopan masuk ke telinga dengan kata lain bisa diterima banyak kalangan. “Kami berusaha mengaransemen musik yang ringan, namun dengan penguatan pada lirik,” ungkap pemilik akun Instagram @andrenovriyan ini.
Nama yang dipilih Baskoro, karena project ini awalnya dicetuskan oleh sang gitaris, Luhur Baskoro. Kemudian atas kesepakatan bersama, dipilih nama belakang dari Luhur Baskoro tersebut.
“Karena nama ‘Baskoro’ pun terdengar sangat pop folk sekali, cocok dengan genrenya,” jelas Andre menceritakan sejarah penamaan band-nya.
Luhur menambahkan, meski nama Baskoro diambil dari nama belakang dirinya, namun brand itu sendiri merupakan representasi dari dua personel, yakni Luhur Baskoro dan Andre Novriyan.
Selain itu juga ada dua orang lainnya yang memiliki peran penting di Baskoro, yakni Haykal Ghifari dan Haris Sinuhaji.“Jadi kalau ditanya, ini bukan solo atau duet, tapi band,” papar Luhur.
Baskoro terbentuk April 2020, persis di tengah pandemi covid-19. Awal mulanya, project ini dirintis oleh dua orang sebagai project duo. Namun karena beberapa alasan, Luhur memilih untuk melanjutkan sendiri dan bertemu dengan Andre, Haykal, dan Haris yang membantu dalam proses pembuatan single Secangkir Teh.
Proses pembuatan single Secangkir Teh ini memakan waktu yang tidak sebentar. “Agak lama untuk sebuah single, sekitar dua bulan. Ini terjadi karena di masa pandemi ini banyak sekali hambatannya. Juga ada beberapa kendala teknis saat rekaman,” kata alumni Gitar Klasik Institut Kesenian Jakarta (IKJ) angkatan 2014 ini.
Lagu dalam ‘Secangkir Teh’ ini sendiri terinspirasi dari pengalaman banyak orang yang kemudian ditangkap dan dituangkan Luhur sebagai penulis lagu ke dalam lirik. Lagu ini bercerita tentang sebuah kekecewaan atas sebuah penantian panjang.
Lagu ini sangat cocok diseruput oleh siapapun yang tengah merasa patah arang dalam sebuah penantian. “Apapun itu, bisa cinta, harapan, tujuan, target hidup yang sudah disiapkan lama dan ternyata terpaksa gagal di depan mata dan hanya bisa berpasrah diri menerima keadaan,” terangnya Luhur.
Judul Secangkir Teh juga dipilih, karena secangkir teh kerap disajikan dalam berbagai momentum. Dengan menyeruput secangkir teh pula, bisa membuat lidah siapa pun gayeng atau ringan dalam membuka pembicaraan.
Dari secangkir itu juga, kata Luhur, bisa mencairkan suasana, bahkan saling menguatkan
Dalam konteks karya, secara filosofis Secangkir Teh ini menjadi sinyal pembuka dari rentetan bakal single-single Baskoro berikutnya dan menjadi modal bertarung menuju langkah berikutnya, yakni memiliki Extended Play (EP) atau mini album.
Kini, Secangkir Teh sudah dapat diseduh di berbagai platform digital seperti Spotify, iTunes, Apple Music juga YouTube official Baskoro dan platform lainnya.
“Jadi kami optimistis bisa melangkah ke level berikutnya di jalur indie ini. Dengan adanya internet dan platform-platform digital di era disrupsi teknologi ini semakin memudahkan musisi untuk menawarkan karyanya. Baskoro sudah memilih nyemplung, jadi gas terus tidak ada kata berhenti berkarya,” tegas Luhur.