Pelalawan, Gatra.com - Prahara perihal proyek pembangunan turap penahan jalan di kawasan wisata alam sungai kampar Danau Tajwid di Kelurahan Langgam, Kecamatan Langgam, Kabupaten Pelalawan, Riau tampaknya masih terus berbuntut panjang.
Cerita rumit proyek yang dikerjakan oleh PT Raja Oloan dari Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Pelalawan itu masih terus berlanjut. Dimulai dari pihak kontraktor yang sudah menuntaskan pembangunan dan belum dibayar penuh oleh dinas hingga ambruknya pengerjaan proyek pada Sabtu (12/9) lalu.
Pihak kontraktor sendiri menaruh curiga perihal rusaknya pengerjaan proyek yang telah rampung dikerjakanya itu, mereka menduga ambruknya proyek itu akibat ulah orang yang tidak bertanggung jawab hingga melaporkan kejadian itu ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau.
"Rumit sebenarnya perihal prahara ini, pekerjaan yang tuntas kami lakukan namun faktanya Pemkab belum membayarkan pekerjaan kami sepenuhnya," terang Hariman Siregar selaku Direktur PT Raja Oloun kepada Gatra.com, Kamis (17/9).
Siregar menjelaskan perihal dugaan adanya oknum yang tidak bertanggung jawab yang merusak pekerjaan mereka bukanlah tak berdasar. Menurut dia, buntut lambatnya proses pencairan hasil kerja dari Dinas PUPR Pelalawan kepada perusahannya hingga berujung ke meja hijau dan benar saja dia sendiri pun memenangkan gugatan di Pengadilan Negeri (PN) Pelalawan. PT Raja Oloan VS Pemkab Pelalawan, dalam hal ini Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (PUPR), dan Siregar dinyatakan menang.
Langkah hukum yang mereka tempuh itu menuntut agar Pemkab membayarkan sisa nilai proyek turap yang sudah tuntas sebesar Rp4 miliar, sesuai dengan gugatan yang mereka menangkan di PN Pelalawan, dari total nilai kontrak Rp6 miliar lebih, dimana perusahaan tersebut baru menerima 30 persen, atau senilai Rp2 miliar.
"Setelah kita dinyatakan menang di Pengadilan, tak lama setelah itu pekerjaan kita malah rusak. Inilah dasarnya kita menduga hal-hal tersebut dan melaporkan ke pihak Kejati," tuturnya.
Masih kata Siregar bahkan kecurigaan mereka semakin menguat ketika mereka mendapat info bahwa pekerjaan mereka rusak dan langsung melakukan cek lapangan dan ditemukan olehnya fakta-fakta yang sangat mengejutkan. Diantaranya, ditemukan jejak-jejak alat berat diduga jenis eksavator mengeruk pada bagian dinding turap.
"Kentara kali, dirusak dengan menggunakan eksevator, dikorek, dihantam, bekasnya jelas sekali ada unsur kesengajaan," tegasnya.
Kata dia, turap ini tidak bakal ambruk dengan sendirinya karena kekuatannya adalah 700. "Kekuatan dia itu K 700, masak ambruk dia ke sungai, dia inikan sifafnya menahan air. Sementara sudah beberapa kali banjir, tidak apa-apa, apalagi sekarang ini kan tak ada banjir," tandasnya.
Untungnya usai pihaknya melaporkan kejadian tersebut ke Kejati Riau, langsung direspon cepat oleh pihak berseragam coklat tersebut. Pasalnya kemarin Selasa (15/9) sembilan orang dari Bagian Tindak Pidana Khusus (Tipidsus) Kejati turun gunung kelokasi ambruknya turap dan didampingi oleh Kejari Pelalawan guna melakukan pemantauan secara spesifik ikhal diterimanya laporan tersebut.
Hanya saja saat dikonfirmasi Kepala Kejaksaan Negeri Pelalawan Nophy Tennophero South SH MH melalui Kasi Pidsus Andre Antonius SH MH ketika dikonfirmasi, masih enggan berkomentar banyak.
"Kunjungan dari Pidsus Kejati Riau, untuk memantau proyek di Pelalawan, sekitar delapan atau sembilan oranglah. Kita kemarin ikut dampinginya," terang Kasi Pidsus Andre Antonius.
Hanya saja secara rinci Andre Antonius menolak membeberkan kunjungan tim Pidsus Kejati Riau ke Pelalawan. "Intinya, mereka turun ke Pelalawan untuk memantau proyek, begitulah. Kemarin itu ke kecamatan Langgam ya, memantau pembangunan proyek di sana," bebernya.
Sejak berita ini diterbitkan Gatra.com masih berupaya melakukan konfirmasi lanjutan dengan Dinas PUPR perihal belum dibayarkan hasil pengerjaan proyek tersebut dan rusaknya turap tersebut.